Selasa, 20 November 2012

Human Development Index (HDI) Indonesia


Salah satu metode yang dipergunakan untuk mengukur kondisi pembangunan manusiaadalah menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/ Human Development Index (HDI). Indonesia masih menunjukkan capaian yang belum menggembirakan.
IPM adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju , negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Indikator yang digunakan dalam HDI meliputi 3 dimensi dasar pembangunan manusia:
1. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran
2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).
3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product / produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS
Dari Negara-negara yang diteliti oleh UNDP (United Nations Development Programme), Indonesia masih berada pada urutan diatas 100. Sebelumnya pada tahun 2005, Indonesia menempati urutan 110 dari 177 negara, dengan indeks 0.697, turun dari posisi sebelumnya di urutan 102 dengan indeks 0.677 pada tahun 1999. Posisi ini cukup jauh dibandingkan negara-negara tetangganya, seperti Malaysia (urutan 61/0.796), Thailand (urutan 73/0.778), Filipina (urutan 84/0.758) dan Vietnam (urutan 108/0.704). Angka   IPM Indonesia Pada tahun 2006 mengalami kemajuan dengan mencapai 0.711 dan berada diurutan 108, mengalahkan vietnam yang mempunyai nilai 0.709. Kecenderungan dari angka IPM Indonesia adalah terus menerus naik (0.677 pada 1999, 0.697 pada 2005, dan 0.711 pada 2006) dan semakin mempersempit ketinggalanya dibanding negara-negara lain. Posisi ini sekaligus mensyaratkan Indonesia berada pada level menengah IPM di dunia bersama negara tetangga seperti Thailand (74), Filipina (84), Vietnam (109) dan Timor Leste (142).
Capaian tersebut berbeda dengan tetangga yang lain seperti Singapura (25), Brunei (34) dan Malaysia (61), yang masuk pada kategori negara dengan IPM level tinggi. Sudah bisa dipastikan Negara-negara yang mempunyai capaian IPM tinggi mempunyai tingkat kesejahteraan hidup masyarakat yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang sedang maupun rendah.
Pada tahun 2007 angka IPM Indonesia mengalami kenaikan menjadi 0.728,  laporan ini dikeluarkan oleh UNDP pada 27 November 2007, Indonesia berada pada peringkat 108 sedunia dan masih dibawah Vietnam. Penilaian tersebut diantaranya usia harapan hidup menempatkan Indonesia pada posisi ke-100. Tingkat pemahaman aksara dewasa di urutan 56. Tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi ada di urutan 110. Sedangkan untuk pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita berada di posisi 113.  Selain itu, index manusia Indonesia rata-rata masih tergolong menengah di antara negara-negara lain di dunia. Masih jauh di bawah negara-negara maju di eropa dan Amerika. Namun sedikit lebih baik di atas negara-negara Afrika yang hanya memilki lautan gurun pasir saja. Bandingkan dengan Indonesia, yang memiliki sumber daya yang melimpah ruah namun masih saja miskin. Bahkan masih kalah dengan negara serumpun Malaysia dan ironisnya kalah juga dengan negara “kecamatan” Singapura.
Dari itulah, di tarik benang merah penyebab masalahnya. Dan salah satu yang menjadi faktor (katanya) adalah ketidakberdayaan masyarakat Indonesia yang mencakup ketidakberdayaan ekonomi, sosial dan politik. 30 Tahun di bawah rezim yang represif, membuat masyarakat Indonesia, gagal dalam menghadapi arus modernisasi yang datang menyerbu bagai air bah bergulung-gulung. Rakyat Indonesia, tidak benar-benar bisa memahami, mengetahui keunggulan sumber daya lokal maupun potensi yang luar biasa ini. Untuk itulah maka, diperlukan pendobrak kejumudan cara berpikir masyarakat untuk membawa masyarakat indonesia menjadi kondisi masyarakat yang berdaya. Kondisi HDI di Indonesia menjadi isu yang penting untuk diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan kualitas manusia dalam pengentasan kemiskinan. Tingginya angka kemiskinan di negara sedang berkembang adalah salah satu masalah penting, termasuk di Indonesia. Tingginya angka kemiskinan itu harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan diharapkan partisipasi masyarakat dalam mengurangi angka kemiskinan tersebut.

Tingginya angka kemiskinan di Indonesia bukan disebabkan langsung oleh tingginya angka pengangguran, melainkan karena kualitas sumber daya manusianya. Hal ini dapat terjadi karena banyak keluarga miskin yang memiliki pekerjaan ataupun pendapatan tetap, tetapi mereka berada di bawah garis kemiskinan yang berlaku karena pendapatan mereka yang rendah. Pendapatan yang rendah tersebut akibat dari rendahnya produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan.

Rendahnya angka HDI Indonesia menandakan masih rendahnya tingkat kualitas serta produktivitas Sumber Daya Manusia Indonesia jika dibandingkan dengan  negara-negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Realitas menyesakkan juga diperkuat oleh  laporan yang di keluarkan oleh World Economic Forum di tahun 2009, peringkat daya saing Indonesia berada di posisi 42 dari 57 negara, sedangkan Singapura berada di posisi 3, Malaysia di posisi 18. Perbaikan  HDI di suatu wilayah berdampak positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan  peningkatan pendapatan yang diperoleh kemudian memiliki efek positif terhadap penurunan jumlah orang miskin di daerah tersebut. Artinya, walaupun pertumbuhan ekonomi sangat penting, pertumbuhan itu sendiri bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi kemiskinan. Faktor lainnya yang tak kalah penting adalah pendidikan.
Pencapaian IPM Indonesia beberapa tahun terakhir tentu linier dengan proses pembangunan manusia yang dilakukan melalui berbagai program pembangunan. Dan indeks ini merupakan sebuah raport pembangunan manusia yang dicapai oleh pemerintah dan bangsa Indonesia. Deskripsi tersebut dapat menyadarkan semua elemen bangsa khususnya pemerintah untuk bangkit mengejar ketertinggalan, dengan melakukan penataan kedalam (birorasi). Demikian pula kita harapkan kebijakan publik  yang lahir akan semakin mementingkan pembangunan manusia, sehingga terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur bukan semakin menjauh dari sasaran. 

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !