Selasa, 20 November 2012

Pengembangan dan Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Alat Penguat Keuangan Bangsa: Upaya Langkah Nyata Mereduksi Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia

Oleh:
Mahfud Effendi (115020407111029)
ABSTRAK

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis sebagai alat  pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja atau mengurangi pengangguran. Dalam krisis ekonomi  yang terjadi di Indonesia sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami keadaan  berhenti aktifitasnya, sektor UMKM terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatian yang baik dari pemerintah maupun masyarakat. Kebijakan pemerintah kedepan perlu diupayakan yang lebih mendukung  bagi perkembangan UMKM. Pemerintah hendaknya meningkatkan fungsinya dalam memberdayakan UMKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM).
Potensi  UMKM  di  Indonesia  sangat  besar  mengingat jumlahnya di Indonesia diperkirakan sekitar 99,8 persen dan mampu menyerap 99.6 persen tenaga kerja. (BPS,  2002).  Berdasarkan  data-data  tersebut  menunjukkan  besarnya  peranan  usaha  kecil  dalam  menyediakan  lapangan  kerja  dan  kemampuannya  dalam  menyerap tenaga  kerja.  Dapat  dikatakan  pula  bahwa  UMKM  mempunyai peranan yang besar terhadap keberlangsungan ekonomi Indonesia pada saat krisis dan setelah krisis ekonomi.
Dengan demikian hal  ini dilatarbelakangi oleh kenyataan yang ada bahwa angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi, Padahal jumlah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dapat membantu dalam pengentasan angka kemiskinan sudah cukup banyak. Hal ini membuat penulis tertarik untuk menganalisis hubungan antara LKM  dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Faktor nasabah berpengaruh negatif terhadap efektifitas pelayanan, karena LKM yang hanya mengejar banyaknya nasabah akan menjadi usaha yang kontra-produktif terhadap keberhasilan pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Untuk  mewujudkan  hal tersebut,  terdapat  beberapa yang bisa direkomendasikan, yakni memperkuat  aspek  kelembagaan  LKM, dan komitmen yang tangguh  pada pengembangan UKM yang berhubungan dengan LKM, sehingga akhirnya  upaya untuk memutus pengentasan kemiskinan dan pengangguran  dapat dilakukan dengan cara yang produktif.
Kata kunci; lembaga keuangan mikro, usaha kecil, mikro dan menengah

I.                  Pendahuluan


1.1                          Latar belakang

Adanya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak pernah lepas dari Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Fungsi UMKM dapat dikatakan sebagai ketahanan di dalam proses pemulihan ekonomi bangsa dalam mencapai pertumbuhan perekonomian maupun dalam penyerapan tenaga kerja.
Menurut Bank Indonesia, pengelompokan usaha mikro didasarkan pada kriteria bahwa usahanya mempunyai kekayaan bersih lebih kecil dari Rp. 500 juta atau hasil penjualan pertahun lebih kecil dari Rp. 300 juta. Pada tahun 2010 kelompok usaha mikro ini berjumlah 52,2 juta atau 98,88% dari seluruh  pengusaha dan hanya memberi sumbangan ke PDB sebesar 33,08%. Kemampuan UMKM dalam kurun waktu beberapa tahun ini memperlihatkan adanya pertumbuhan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)memperlihatkan produk domestic bruto (PDB) terjadi pada tahun 2003  mencapai nilai Rp 1.013,5 triliun. Total unit umkm pada tahun  2003  Mencapai Rp 42,4  juta, sedangkan keseluruhan tenaga kerja yang bekerja di sector UMKM sejumlah 79,0 juta pekerja. Peningkatan PDB UMKM periode 2000 - 2003 terlihat lebih tinggi daripada jumlah PDB, dengan pertumbuhan yang lebih besar. PDB Triwulan IV-2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibanding PDB Triwulan IV-2010 PDB Triwulan IV-2011 menurun sebesar 1,3 persen dibanding PDB Triwulan III-2011 (Secara kumulatif, pertumbuhan PDB Indonesia hingga Triwulan IV-2011 dibandingkan periode yang sama tahun 2010 tumbuh 6,5 persen. (BPS) . "UMKM sektor pertanian menyumbang 27,45 persen terhadap PDB sedangkan UKM perdagangan mencatat 24,16 persen di 2009," " ujar Deputi Bidang Statistik Produksi BPS Subagio  Dwijosumono (www.kompas.com).
            Pertumbuhan pada UMKM seperti itu memperlihatkan bahwa ada suatu potensi yang bagus terhadap sector domestic. Jika hal ini bisa diperhatikan dan dikelola dengan baik pasti nantinya akan tercipta  UMKM yang tangguh. Selain itu, UMKM juga perlu diperhatikan  karena masih ada permasalahan yang mendasar umumnya, yaitu sulitnya jalan masuk UMKM, lemahnya pengelolaan dan pengembangan, serta sulitnya jalan masuk ke lembaga- lembaga pembiayaan  dari pembiayaan khususnya dari suatu perbankan. Susahnya mancari jalan masuk atau akses ke tempat lembaga pembiayaan yang dirasakan oleh para pelaku UMKM  umumnya dari lembaga keuangan perbankan, maka dari itu mereka mencari jalan alternatif pada suatu lembaga- lembaga non bank atau informal. Jenis  lembaga-lembaga ini banyak macamnya mulai dari pemberian dana oleh pemberi modal (rentenir) sampai berkembang dengan bentuk yang lainnya.
            Dalam prosesnya, ternyata lembaga-lembaga keuangan non bank atau informal ini lebih tepat sasaran pada pelaku UMKM karena sifat persyaratannya yang tidak terlalu susah atau rumit, seperti pada perbankan. Dalam hal ini memperlihatkan suatu petunjuk karena pentingnya keberadaan lembaga-lembaga tersebut. Para pelaku UMKM sendiri mempunyai kebutuhan akan hal itu yang pada umumnya membutuhkan pembiayaan yang tidak terlalu besar. Adanya lembaga-lembaga keuangan tersebut bisa disebut Lembaga Keuangan Mikro.
Adanya LKM yang seharusnya penting sebagai penopang perekonomian suatu bangsa ternyata belum jelas tempatnya. Berbeda pada perbnkan, seperti lembaga asuransi, dan yang lainnya. LKM mempunyai sisi kontribusi yang lebih terhadap oleh pelaku UMKM yang fungsinya dalam perekonomian khususnya PDM sangat besar atau berpengaruh. Usaha nyata dalam mengurangi suatu tingkat kemiskinan lebih mengutamakan macam-macam transaksi dalam bentuk subsidi atau keringanan. Itulah yang dilakukan oleh pemerintah sementara ini, sesungguhnya dalam pengentasan kemiskinan yang bisa dilakukan ialah dengan cara memberikan atau membuka jalan yang luas kepada masyarakat yang kurang mampu atau miskin menjadi masyarakat yang lebih produktif. Jadi, sebisa mungkin member cara atau jalan alternatif yang baik, sehingga LKM sebagai salah satu cara penguatan keuangan bangsa dan kemiskinan dapat berkurang.
Kemiskinan dapat dipahami sebagai pendapatan perkapita rumah tangga yang masih dibawah garis kemiskinan. Usaha konkret dalam pengentasan kemiskinan dan pengangguran dilakukan dengan cara peningkatan pendapatan keluarga agar melebihi garis kemiskinan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pemberian modal kepada rumah tangga miskin membawa pengaruh terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga, sehingga diperlukan upaya agar ada lembaga keuangan yang bisa menyediakan akses permodalan atau pembiayaan. Dalam konteks seperti ini, LKM dapat berperan dalam menyediakan akses permodalan kepada kaum miskin sehingga pengembangan jaringan lembaga keuangan mikro perlu disebarluaskan sebagai bagian dari program pengentasan kemiskinan dan pengangguran.

1.2                          Rumusan Masalah

Situasi dan kondisi seperti di atas jika berjalan lancer maka akan berdampak langsung atau pun tidak langsung akan berpengaruh terhadap usaha atau upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan.
1)      Bagaimana agar LKM semakin besar atau justru LKM menjadi salah satu cara atau penguat keuangan bangsa?
2)      Bagaimana mengembangkan fungsi LKM yang bisa dikembangkan dan berproses menjadi salah satu cara atau penguat system keuangan bangsa ?

1.3       Tujuan Penulisan

Tujuan yang diharapkan dalam tulisan ini, yaitu:
1)      Untuk mengetahui atau menganalisis fungsi LKM sebagai lembaga pembiayaan UKM
2)      Untuk mengetahui potensi LKM dan permasalahan yang ada bisa dikembangkan dan berproses menjadi salah satu cara atau penguat system keuangan bangsa.

1.4       Metodologi

Data yang penulis pakai ialah bersumber dari data BPS, Bank Indonesia, kementerian koperasi dan UKM, serta dari sumber-sumber yang lainnya. Kepustakaan penulis dapatkan dari buku teks dan internet.

II.                           Kerangka Teori dan Hipotesis


2.1     Hubungan LKM dengan kemiskinan dan pengangguran

         LKM mempunyai peranan sebagai akses kegiatan terhadap suatu perekonomian. Kegiatan perekonomian di sini lebih menunjukkan bahwa usaha kecilpun jika bisa memanfaatkan  LKM dengn baik, maka akan memberikan nilai lebih dalam upaya meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat agar menjadi masyarakat yang produktif.
         Upaya dalam mengurangi tingkat kemiskinan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Upaya- upaya yang bisa dilakukan, seperti program kesehatan, pendidikan, pangan, maupun upaya produktif yang lainnya misalnya dengan pinjamin kredit mikro. kaitan  antara  pemberdayaan  kredit  mikro  dengan  upaya pengentasan kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah bagi orang yang akan menjadi pengusaha pemula. Jika pengusaha pemula ini tumbuh dan berkembang akan terentaskan  karena  menjadi  pengusaha  atau  karena  semakin banyaknya pengusaha mikro (Krisna Wijaya: 2005).

2.2     Lembaga Keuangan Mikro

        Lembaga Keuangan Mikro/Lembaga Keuangan Non-Bank (LKM/LKNB) adalah lembaga keuangan yang berstatus badan hukum sebagai penanggung jawab pemberian stimulan untuk perumahan swadaya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah, antara lain Koperasi, Koperasi Syariah, dan Pegadaian(http://www.wikiapbn.org).      
LKM adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises) (ADB Online). Atau secara sederhana disebut sebagai lembaga yang biasanya memberikan layanan kredit kepada kelompok/usaha berpendapatan kecil/mikro (Holloh, 2001: 2). Kredit mikro bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan akses layanan keuangan dari LKM (Holloh, 2001:17).
Secara garis besar, LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM bank dan nonbank, berikut ini :
1. Bank
-                                              BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang pembantu BRI
-                       BPR,  berupa  bank-bank  mikro  yang  tunduk  pada  Undang-Undang Perbankan  serta peraturan non-bank
2.  Non-bank
-          Keluargaa LKM nonbank yang besar (LDP di Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di  Jawa dan Madura, BMT dan BK3D)
-          Keluarga LKM nonbank yang kecil, dengan simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil
-          Berbagai  program  keuangaan  mikro,  NGO,  dan  ratusan  ribu  asosiasi  tidak  resmi,  KSM, dan lain-lain
Tahun 2005 dicanangkan sebagai Tahun Keuangan Mikro. Indonesia adalah negara yang memiliki variasi terbesar dalam pengembangan model keuangan mikro di masyarakatnya sehingga dijadikan laboratorim dunia untuk keuangan mikro. Model LKM dibagi menjadi dua kategori, yakni lembaga yang berwujud bank dan non bank. LKM bank terdiri dari BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa) sedangkan non bank terdiri dari koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union (Wiyono, 2005:91).




III.    Analisa  perkembangan LKM dan UMKM dalam mengurangi tingkat  tingkat kemiskinan


Keberadaan LKM di Indonesia muncul karena diimbangi dengan pesatnya kegiatan UMKM, tetapi di sisi lain dihadapkan pada akses sumber-sumber lembaga pembiayaan keuangan perbankan. Proses yang akan dibahas ialah mengenai perkembangan UMKM, asal mula UMKM mendapatkan permodalan, potensi dan permasalahan kedepannya.

3.1 Proses Berkembangnya UMKM

Berdasarkan  Data  BPS  tahun  2005,  kondisi  UKM  periode  2001  sampai  2004 menunjukkan  perkembangan  positif.  Selama  periode  ini,  kontribusi  UKM  terhadap produk domestik bruto rata-rata mencapai 56,04 persen. Secara sektoral aktivitas UKM ini mendominasi sektor pertanian, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran. Sektor-sektor ini merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja.

3.2 Perkembangan LKM dan Permasalahannya

-          Perkembangan UMKM
Perkembangan jumlah UMKM selama periode 2003 sampai dengan 2005 menunjukkan pertumbuhan rata-rata 5,41% atau tumbuh 1,15 juta unit setiap tahunnya, yakni dari 42,40 juta unit (2003) menjadi 43,71 juta unit (2004) dan terus
meningkat menjadi sekitar 44.69 juta unit pada tahun 2005. Sekalipun pertumbuhan rata-rata Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yakni 5,41 % sedikit lebih kecil disbanding pertumbuhan rata-rata Usaha Menengah yang mencapai 6,64% dan pertumbuhan Usaha Besar sekitar 7,11%, namun
secara kuantitatif Usaha Mikro dan Kecil sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat banyak karena jumlahnya merupakan 99,9 persen dari keseluruhan (Tabel 1).



-          Lapangan Kerja UMKM
Usaha mikro, kecil, dan menengah memberikan lapangan kerja bagi 99,45% tenaga kerja di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang. Selama periode 2003–2005, UMKM mampu menciptakan lapangan kerja bagi 781 ribu orang, dimana usaha mikro dan kecil telah mampu menyerap sebanyak 665 ribu orang pencari kerja dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 126 ribu orang. Pada sisi lain, usaha besar justru mengurangi jumlah pekerja sebanyak 28 ribu orang selama periode 2003–2005 (tabel 2).
lampir5
-          Permasalahan UMKM
  1. Rendahnya Produktivitas
Perkembangan kinerja UMKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih di- hadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar.

  1. Terbatasnya Akses UMKM Kepada Sumberdaya Produktif
UMKM memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif, terutama permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Perbankan menerapkan persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak.  Di samping itu, perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih memandang UMKM sebagai kegiatan usaha yang berisiko tinggi. 

  1. Tertinggalnya Kinerja  Koperasi dan Kurang Baiknya Cira Koperasi
Kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik atau khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik-praktik berkoperasi yang baik (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar, yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia, yakni :

a.       Koperasi yang didirikan tanpa didasari dengan adanya kebutuhan/ kepen- tingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggota, sehingga kehilangan jatidirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya atau mandiri
b.       Koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi modern sebagaimana layaknya sebuah badan usaha
c.       Masih terdapat kebijakan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi
d.      Koperasi masih sering dijadikan oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi.

  1. Kurang Kondusifnya Iklim Usaha
Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah: (a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat  yang semaksimal mungkin, mengingat besarnya jumlah, keaneka- ragaman usaha, dan tersebarnya UMKM.
Tabel 3. Permasalahan lainnya dan factor-faktor yang mempengaruhi;
Menurut salam (2002), kendala-kendala pada LKM disebabkan oleh faktor internal dan eksternal
1. Faktor internal
a. Permodalan dan sumber pendanaan
Modal yang dimiliki lkm umumnya relatif kecil dan kesulitan akses modal ke perbankan atau sumber-sumber lainnya.
b. Sumber daya manusia
Sebuah LKM rata-rata mempunyai sdm yang rendah produktifitasm, kurangnya standar sistem rekruitmen, pelatihan, dll. hal demikian yang menyebabkan lkm tidak mampu bersaing dengan lembaga keuangan lainnya.
c. Inovasi pemasaran
Kurangnya pengembangan produk-produk yang baru yang mampu meningkatkan daya saing dengan lembaga keuangan berskala besar dan lainnya.
d. Teknolofi informasi dan komunikasi
sebagaian besar lkm belum mempunyai perangkat tik untuk mendukung operasionalnya.
2. Faktor eksternal
a. Persaingan
Persaingan yang dihadapi berasal sesama lkm dan bank umum yang lainnya.
b. Tingkat kepercayaan
Pembekuan kegiatan usaha, menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat menurun dan tidak adanya lembaga penjaminan simpanan.
c. Jaringan
Lemahnya jaringan berarti bahwa jaringan ada namun tidak memberikan arti yang lebih baik kepada anggota jaringannya.
d. Kebijakan pemerintah
Perlunya disusun suatu pengaturan yang mencakup seluruh jenis lkm yang ada saat ini.
e. Pengawasan dan pembinaan
Belum adanya standar yang baku lkm dan ada beberapa lkm yang belum memiliki lembaga pengawas.
Jadi,  berdasarkan uraian  dan tabel 6 di atas, dapat dilihat adanya benang merah antara permasalahan yang dialami oleh  LKM  dengan  UMKM.  Bagi  UMKM,  masalah  akses  ke  bank  formal  yang  terbatas  dan  permodalan dapat diatasi oleh LKM dengan cara mengakses ke lembaga keuangan internasional maupun bank formal. Sementara  masalah  produksi,  pembukuan,  dan  pemasaran  dapat  diatasi  dengan  pelatihan,  dimana  peran LKM  adalah  sebagai  fasilitator.  Disamping  itu  beberapa  LKM  juga  mencoba  mencarikan  pasar  buat produknya.   Sementara  bagi  LKM,  masalah  kekurangan  tenaga  pendamping  dan  minimnya  dana pendampingan dapat diatasi dengan melakukan pelatihan terhadap LKM atau unsur lainnya.
      Permasalahan yang dihadapi oleh LKM terutama LKM bukan bank pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam hal-hal yang bersifat internal dan eksternal. Yang bersifat internal meliputi keterbatasan sumberdaya manusia, manajemen yang belum efektif sehingga kurang efisien serta keterbatasan modal. Sementara faktor yang bersifat eksternal meliputi kemampuan monitoring yang belum efektif, pengalaman yang lemah serta infrastruktur yang kurang mendukung. Kondisi inilah yang mengakibatkan jangkauan pelayanan LKM terhadap usaha mikro masih belum mampu menjangkau secara luas, sehingga pengembangan LKM yang luas akan sangat penting perannya dalam membantu investasi bagi usaha mikro dan kecil.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat LKM dapat dilakukan melalui :
a.       Perkuatan permodalan dan manajemen lembaga keuangan masyarakat (KSP dan LKM)
b.      Penggalangan dukungan dan fasilitasi pembiayaan UMKM dengan lembaga keuangan
c.       Penggalangan partisipasi berbagai pihak dalam pembiayaan UMKM (Pemda, Laur Negeri, dll)
d.      Optimalisasi pendayagunaan potensi pembiayaan UMKM di daerah (Bagian Laba BUMN, Dana Bergulir, Yayasan, Bantuan Luar Negeri)
e.       Training bagi pengelola LKM, untuk meningkatkan kapasitas pengelola LKM;
f.       Perlu adanya lembaga penjamin untuk menjamin kredit LKM dan tabungan nasabah LKM dan lain-lain.
Pengembangan KSP(Koperasi Simpan Pinjam) dan LKM kedepan harus diarahkan untuk menjadikan KSP dan LKM sehat, kuat, merata dan mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan UMKM agar mampu menghadapi tantangan untuk melaksanakan otonomi daerah. Pengendalian dan pembinaan/fasilitasi, serta pengembangan kelembagaan (organisasi dan manajemen), meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pengelola KSP-LKM melalui diklat terus menerus sangat diperlukan. Pengembangan kemampuan layanan bagi anggota, meningkatkan jumlah produk keuangan yang didukung dengan pengembangan jejaring. Pengembangan jejaring antara lain meliputi jejaring :
-          Antar KSP/LKM, mendayagunakan lembaga simpan pinjam sekunder yang berperan mengatur interlending diantara KSP dan LKM
-          Antara KSP dan LKM dengan lembaga keuangan lain, meningkatkan akses untuk dana pinjaman
Dalam memperkuat KSP ke depan paling tidak ada tiga langka yang harus dilakukan : Pertama, harus dilakukan pemisahan koperasi simpan pinjam dan tidak boleh dicampur/dilaksanakan sebagai bagian dari koperasi serba usaha, terutama bila KSP sudah menjadi besar dan sangat dominan; Kedua, harus segera  diorganisir kedalam kelompok-kelompok KSP sejenis untuk melaksanakan integrasi secara utuh, sehingga peminjaman dan penyaluran dana antar KSP dapat terjadi dan berjalan efektif; Ketiga, perlu dikembangkan sistem asuransi tabungan anggota, asuransi resiko kredit serta lembaga keuangan pendukung lainnya. Disamping itu mekanisme pengawasan yang baik dan efektif akan menjamin bekerjanya mekanisme mobilisasi dana dan pemanfaatannya secara efektif.  
Berbagai dukungan perkuatan seperti perkuatan permodalan akan terus diupayakan, pengendalian (monitoring, evaluasi, pengawasan, penilaian kesehatan) LKM juga akan terus dikembangkan, pengembangan pola dan lembaga penjaminan lokal serta pengembangan biro kredit, informasi kinerja UMKM.
Arah Lembaga Keuangan Mikro ke Depan ;
o   Mengatasi legal status agar jelas, diarahkan menjadi Bank, Koperasi atau LKM yang saat ini sedang disiapkan RUU LKM
o   Pengawasan lebih intensif untuk melindungi pihak ketiga (penabung);
o   Pengembangan jaringan melalui penumbuhan lembaga keuangan sekunder,    jaringan on line untuk peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat lokal.
Dengan demikian pelayanan yang luas serta menjangkau lapisan usaha mikro yang luas akan membawa pasar keuangan lebih bersaing, sehingga ketergantungan usaha mikro terhadap pelepas uang dapat ditekan atau ditiadakan. Pola pengembangan LKM juga harus memberikan pilihan yang luas bagi masyarakat nasabah apakah melalui pola konvensional atau pola bagi hasil (pola syariah). Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sebagai model tertua LKM syariah saat ini telah memiliki 3.000 unit dibawah pembinaan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), serta model Baitul Tamwil Muhamadiyah (BTM), Koperasi Pondok Pesantren, Koperasi Syirqoh Mu’awanah dan Lembaga Pengelolah Zakat yang mengembangkan program ekonomi produktif bagi penerima zakat ini akan berkembang dan tumbuh lebih banyak LKM karena sudah ada perlindungan hukum tetapi untuk LKM binaan memerlukan perlindungan tersendiri.

3.3 Dampak adanya LKM dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan

            Bisa kita ketahui bahwa kredit mikro bisa digunakan untuk membantu UMKM dalam mengakses lembaga sumber pembiayaan dan karakteristik UMKM jika dilihat dari segi pendapatan mendekati masyarakat golongan menengah ke bawah. Golongan masyarakat ini umumnya berpenghasilan tetap. Adanya LKM yang bisa memenuhi kebutuhan atau kesulitan tersebut ternyata sesuai terhadap perkembangan UMKM. Meskipun kontribusi LKM masih kecil pada skala nasional, tetapi ada potensi yang bagus untuk dimanfaatkan dalam memperluas fungsinya yang ditunjukkan bahwa masih banyaknya jumlah UMKM yang belum memanfaatkan pintu pembiayaan dari LKM dan susahnya akses permodalan atau pembiayaan dari lembaga formal, yakni perbankan.
              Dari penjelasan sebelumnya mengenai   Jumlah UMKM  ini  tentu  tidak  semuanya  dimanfaatkan  oleh  lembaga  perbankan,  tetapi  akan  lebih banyak melalui LKM. Selain jumlah pasar kredit mikro yang masih luas, potensi yang masih  besar  bagi  LKM  adalah  karakterisitik  dari  LKM  itu  sendiri.  LKM  umumnya dalam penyaluran kreditnya menyesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Jika  solusi-solusi yang ada dijalankan dengan baik, maka akan membawa efek yang sangat baik karena sentral terhadap perekonomian bangsa. Berkembangnya proses UMKM akan meningkatkan produktifitas, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta akan menambah kesejahteraan para pelaku UMKM, serta masyarakat.

3.4  Upaya Pemecahan Permasalahan

            Berpedoman melihat permasalahan LKM yang ada, maka upaya yang kongkret bisa dilaksanakan untuk mengembangkan dan menjadikan LKM sebagai pilar dalam memperkuat keuangan bangsa yang meliputi:

3.4.1 Memperkuat  LKM

                 LKM sendiri mengalami suatu kondisi bahwa belum terdapat ketentuan atau aturan yang jelas mengatur adanya LKM. Meskipun begitu adanya lembaga ini sangat penting karena secara hukum akan mendukung kegiatan operasional mereka, tetapi perlu dihindari jika ada yang menghambat proses berkembangnya LKM. Pemerintah seharusnya mengupayakan membuat Undang-Undang mengenai LKM,  agar tujuan yang diinginkan bisa berhasil tercapai dengan baik. Dalam segi lainnya, ialah banyak LKM-LKM yang menaruh kepercayaan dari pihak ketiga yang umumnya secara personal.

3.4.2  Komitmen dalam Memperkuat LKM

                   Dalam proses perkembangannya LKM ternyata mengikuti  perkembangan aktivitas kegiatan UMKM, apabila UMKM mendapatkan nilai lebih, maka kebutuhan terhadap pembiayaan atau permodalan  untuk UMKM semakin luas. Kemudian UMKM semakin kuat dan turut andil  yang tidak terhindarkan  jika mempunyai keinginan kuat untuk memajukan UMKM. Sebelumnya telahdisinggung, bahwa masalah utama UMKM , yaitu susahnya aksesUMKM  ke pasaran  terhadap produk-produk atau jasa yang dihasilkannya, lemahnya dalam mengembangkan unit-unit pelaku UMKM, dan terbatasnya akses  terhadap tempat lembaga pembiayaan khususnya dari perbankan.



III.                       PENUTUP

4.1 Kesimpulan

                        Berdasarkan penjelasan di atas, maka bisa ditarik  kesimpulan  antara lain:
1.   Ternyata LKM bisa memberikan pembiayaan atau permodalan kepada pelaku UMKM, walaupun tidak sebesar pembiayaan  dari perbankan, sehinnga dapat menjadi alternative dalam mendapatkan pembiayaan  mengingat pada umumnya pelaku UMKM kurang memanfaatkan peran lembaga keuangan.
2.   Penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif dapat dilakukan melalui perbaikan tata kelembagaan UMKM dan perumusan kebijakan UMKM dan implementasinya, perbaikan kerangka pengaturan ditingkat nasional maupun daerah,  peningkatan akses UMKM dan stakeholder terkait akses informasi.
3.   Untuk menguatkandan mengembangkan arah LKM yang maksimal  sebagai salah satu cara menguatkan keuangan bangsa dalam mengurangi tingkat kemiskinan diperlukan  rancangan Undang-Undang mengenai LKM.
4.   LKM di Indonesia menggelaja sebagai upaya untuk pemberdayaan ekonomi rakyat miskin. Sektor informal sebagai tulang punggung perekonomian rakyat keberadaannya selama ini didorong dan ditopang oleh LKM. Bahkan karena besarnya jumlah LKM, Indonesia menjadi laboratorium dunia untuk bentuk-bentuk LKM. Kondisi ini seharusnya ditanggapi dengan serius oleh pemerintah dengan membuat Kebijakan yang mengatur LKM agar menjadi lebih kuat. Wujudnya dengan mengatur LKM tidak menjadi satu dengan peraturan perbankan.

5.      Memperluas  atau memudahkan akses atau jalan masuk UMKM  dalam mendapatkan pemdiayaan atau permodalan  selain dari perbankanatau formal, tetapi bisa melalui LKM=LKM yang ada.
6.      Sesuatu yang bisa dikembangkan  terhadap LKM sangat potensial ternya belum dapat dimanfaatkan  secara maksimal, karena LKM  masih menghadapi permasalahan atau kendala dari segi kelembagaan, terbatasnya modal dan SDM dalam pengelolaan opersional kegiatan LKM.
7.      Posisi LKM dalam pemberdayaan UKM, terutama usaha mikro sangat strategis karena 97% usaha kecil adalah usaha mikro yang belum terjangkau pelayanan perbankan. Perkuatan LKM selain menyangkut dengan lemahnya SDM juga tidak adanya jaringan yang memungkinkan terjadinya inter lending. Disamping itu pengembangan UKM memerlukan kehadiran lembaga pendukung agar posisi LKM, penabung dan peminjam terlindungi dari berbagai resiko. Lembaga keuangan mikro dapat didudukkan sebagai energi pemberdayaan UKM, terutama untuk pembentukan proses nilai tambah dan peningkatan taraf hidup lapisan masyarakat bawah.
8.      Untuk dapat memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun
non bank yang mendasarkan pada kelayakan usaha, maka harus dilakukan
pembenahan dan peningkatan kemampuan dipihak UMKM. Peningkatan
kemampuan kewirausahaan, organisasi, manajemen, ketrampilan teknis
usaha yang digeluti, kemampuan inovasi, manajemen keuangan seperti
perencanaan keuangan, maupun kemampuan menyusun proposal kelayakan
usaha sangat dibutuhkan guna menjadikan UMKM ataupun wirausaha
dengan produktivitas dan daya saing tinggi.  

4.2              Saran

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka bisa diambil beberapa saran  antara lain:
1.      Perlunya pengkajian yang lebihtentang keberadaan LKM di Indonesia
2.      Perlu penghayatan oleh otoritas pengatur dan pengawas perbankan Indonesia mengenai konsep LKM yang tidak semata-mata berdasarkan konsep perbankan, kemudian melakukan perenungan kembali kebijakan yang telah dikeluarkannya serta mengambil langkah-langkah untuk menghindarkan dampak negatif kebijakan yang kurang mendukung kelangsungan hidup LKM.
3.      Perlunya Rancangan Undang-Undang mengenai LKM, agar mempunyai kekuatan hukun dan semakin  yang sesuatangguh, serta kuat.
4.      Perlunya pengembangan jangka panjang, mengingat pentingnya fungsi atau peran LKM  yang sangat potensial terhadap penopang perekonomian di Indonesia.
5.      Kebijakan perekonomian juga harus mendukung sektor industri rumah tangga/kecil (UKM) agar lebih berkembang. Bukti bahwa UKM mampu menggerakkan ekonomi rakyat miskin harus ditindaklanjuti dengan kebijakan yang mempermudah berkembangnya UKM. Plafon bantuan untuk UKM juga ditingkatkan paling tidak memiliki keseimbangan proposi – atau lebih besar – dengan plafon untuk usaha diatasnya karena daya jangkau UKM terhadap masyarakat miskin untuk memberdayakan ekonomi lebih luas.
6.      Untuk memprakarsasi penumbuhan  dan pengembangan  LKM  pertanian diperlukan adanya pembinaan peningkatan kapabilitas bagi SDM  calon  pengelola LKM, dukungan penguatan modal dan pendampingan teknis kepada  nasabah  pengguna kredit.











DAFTAR  PUSTAKA

Biro Pusat Statistik.  Statistik Indonesia 2002.  Jakarta, Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS), (2001). Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja
Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor Usaha Kecil dan
Menengah. BPS. Jakarta.
Neddy, Rafinaldy. Memeta  potensi dan karakteristik umkm bagi penumbuhan usaha baru
Ani.2009. kebijakan dan strategik lembaga keuangan mikro.media litbang sumatera utara.
Wardoyo. Kinerja lembaga keuangan mikro bagi upaya penguatan usaha mikro, kecil dan menengah
Lestari, sri. Perkembangan  dan strategi pengembangan pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah (umkm)

http://indonesiaindonesia.com/f/8667-peran-lembaga-keuangan-mikro/ akses 13 juni 2012
http://ditpk.bappenas.go.id/?nav=4&m=content&s=artikel&a=view&id=309/ akses 13 juni 2012
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=111673&lokasi=lokal/ akses 13 juni 2012
Ismawan,  Bambang,  a,  Masalah  UKM  dan  Peran  LSM,  Jurnal  Ekonomi  Rakyat  on-line/ www.ekora.org/ akses 13 juni 2012
Ismawan,  Bambang,  d,  Lembaga  Keuangan  Mikro  di  Indonesia  Butuh  Payung  Regulasi,  artikel www.binaswadaya.org/ akses 13 juni 2012
dwi74.blog.com/Direktorat Penanggulangan Kemiskinan _ ARTIKEL _ Perkembangan Keuangan Mikro Untuk Pengentasan Kemiskinan.htm/ akses 13 juni 2012
















0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !