Selasa, 22 Juli 2014

PT HQ Corpora Putra merupakan holding company yang menyatukan entitas bisnis dalam bentuk BUMM (Badan Usaha Milik Masyarakat). Nantinya, perusahaan ini akan memberlakukan kepemilikan saham untuk umum, termasuk para petani yang tergabung dalam kelompok tani.
Saham para pendiri nantinya akan menjadi minoritas, sehingga sifatnya adalah nonkapitalistik. Strategi bisnisnya menyasar 5 sektor yakni sektor agro business (pertanian, perkebunan, dan peternakan), sektor fishery (perikanan), sektor agro forestry (perhutanan dan hasil hutan ikutan), sektor agro industry (yang akan mengelola seluruh bahan baku menjadi produk bernilai tambah tinggi), sektor agro tourism (turisme berbasis agro).
Untuk itu, setiap sektor akan memiliki SBU operator dan eksekutornya. Misal untuk kelapa, ada PT KKI (Kedaulatan Kelapa Indonesia), untuk beras akan didirikan PT BEJO (Beras Rejo) Lestari. Sedangkan saat ini untuk jati dieksekusi oleh Divisi Kehutanan dengan jati platinum, pupuk organik, dan teknologi hasil hutannya.
Semua SBU tersebut bermitra dengan komunitas masyarakat yang menjadi mitra usahanya. Misal untuk kelapa yang dikomandani oleh Ir. Wisnu Gardjito, MBA mitra usaha PT KKI adalah CV Sumber Rejeki (UDSR) bersama mitranya di seluruh pelosok nusantara. Lantas bagaimana semangat Wisnu dalam memberdayakan aktivitasnya sebagai sociopreneur? Berikut penuturannya secara khusus kepada Gustyanita Pratiwi dari SWA Online.
Seperti apa awal mula usaha yang Anda dirikan ini?
Pertama kali dulu namanya Sumber Rejeki. Ini dulu bikin kecap kelapa. Kemudian lahirlah The Improvement Institut. Itu tugasnya memecahkan masalah, riset, konsultasi, segala macam. Sehingga timbullah CV Sumber Rejeki. Setelah lahir itu, produknya bukan kecap lagi, tapi jadi Agro Spesialis and Agri Trading. Jadi dari hulu ke hilir, dari produksi sampai pemasaran. Ini didukung oleh SDM, finance, juga pemasaran. Jadi kami akhirnya membuat unit-unit usaha UKM. Kalau UKM ini basisnya home industry. Nah ini saya buat di mana-mana, di seluruh Indonesia, membentuk kluster, ekspor, dan agro industry yang biasa kami singkat AEC. Nah, AEC ini, karena kluster, kami buat Badan Usaha Milik Masyarakat yang kami sebut dengan AEC Corporation. Nah ini ada di mana-mana. Kalau yang di Sulawesi Selatan, itu ada PT Panrita Kaluku Celebes, di Halmahera ada PT Halmahera Corporation. Ini membentuk suatu Indonesian incorporated, yang artinya Indonesia bersatu.
PT-nya namanya PT HQ Corpora Putra. Saya komisaris di sini. Dari sini, saya juga bikin sekolah-sekolah. PT HQ ini didukung oleh forum kedaulatan pangan. Ini isinya alumni-alumni IPB. Saya ada di sini sebagai koordinator pengembangan usaha. Sehingga Sumber Rejeki itu punya anak segini banyaknya, tiap kabupaten ada. ini adalah bisnis masyarakat. Anda punya saham di sini bisa, Rp100 ribu per lembar.<
Sekolah-sekolah seperti apa yang dibentuk di situ?
Kalau mau lihat lokasinya ada di Depok. Nah, finansialnya, ini macam-macam. Tapi kami kebanyakan lembaga keuangan nonbank. Ini basisnya equity. Modal sendiri, tidak pernah ngutang. Darimana dapatnya? Ya tadi, mengumpulkan dana dari orang se-Indonesia kemudian ditaruh di sini. Dananya dari unit-unit produksi ini. ini menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Tugas dan wewenang Anda di situ?
Saya presidennya di sini. Saya berhubungan dengan pemerintah, perbankan, pasar, segala macam. Nah makanya ini adalah studio usaha unit industri. Isinya mahasiswa. Supaya mahasiswa tidak teori saja, jadi dia bisa masuk ke dalam dunia usaha sedini mungkin. Bukan setelah lulus baru belajar jadi wirausaha.
Salah satu produk yang dibikin unit usaha tersebut adalah hasil perkebunan? Sudah ada berapa item yang diproduksi?
Kami sudah bisa bikin 250 item. Kalau dari kelapa, yang ada di kepala saya sudah ada 1600 item. Mulai dari energi, makanan, minuman, kosmetik, kesehatan, dsb. Kelapa ini, Indonesia 3,8 juta ha, terluas di dunia. Nomor 2 Filipina, 3,1 ha. Terus India 1,1 juta ha. Sayangnya Indonesia tidak berkembang. Karena kelapa itu dianggap komoditas yang tidak ada nilainya. Padahal, dari 3,8 juta ha itu bisa menghasilkan Rp4.000 triliun setahun. Kalau ini dikembangkan secara nonkapitalistik, tapi usaha bersama dimana rakyat dimodali, dicarikan akses teknologi, pasar, itu dalam waktu 2 tahun ini bisa membiayai RI, kalau perlu malah beli. Karena APBN Rp 1.300 triliun, sementara dari kelapa Rp 4.000 triliun. Coklat, itu kurang lebih Rp 2.000 triliun. Terus kopi, karet, mede, sampai ada 25 komoditas unggulan Indonesia. Itu akan menghasilkan kurang lebih Rp 25 ribu triliun setahun. Jadingapain kita sibuk-sibuk bikin yang nggak-nggak. Ini saja dulu yang sudah ada.
Sebesar itukah potensinya?
Jadi Rp 25 ribu triliun itu kayak apa sejetahteranya bangsa kita. Nah ini yang menjadi kesedihan saya sehingga saya keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Waktu itu saya sebagai nasionalmanager di UNIDO (United Nation Industrial Development Organization).
Akhirnya saya mendirikan usaha ini tahun 2007. Itu susah banget. Pelan-pelan sampai akhirnya bulan ke-3 omzet saya Rp 100 juta sebulan. Kalau saya dan istri berdua saja, Rp 100 juta sebulan, kalau ini bisa se-Indonesia kayak apa? Kayak apa sarjana IPB, Gajah Mada, Brawijaya, Unpad, dsb bersatu padu. Pemerintah melepas ini sih. Sayang. Harusnya pemerintah mengambil, memanggil, merekrut, membina, dan menjadikan kami-kami ini kayak TKW-nya Indonesia. Ini kan kalau dijual ke dunia menang.
Makanya saya bilang, prospek for bio era. Sekarang bukan IT lagi. Tapi era bio itu, dimana orang-orang ingin go back to nature. Karena hutan Indonesia nggak pernah dipupuk, nggak pernah kenapestisidanggak pernah kena traktor, ya itu kesempatan. Harusnya diambil. Jangan nanti China, Jerman, atau semuanya masuk, kita sekali lagi jadi penonton lagi.
Di luar kita jadi penonton, di dalam kita jadi penonton. Ini lucu. Ini stupid. Hanya income generator yang diurus. Revenue itu rumusnya harga x quantity. Kuantitas kelapa kita 3,8 juta. Sekarang price-nya berapa? Kalau Indonesia sekarang cuma oper harga 4000 perak, apa artinya? 1 butir kelapa berarti cuma Rp 500. Di tangan saya, 1 butir bisa jadi Rp 50 ribu. Itu revolusi pendapatan. Sekarang sistemnya amburadul, revolusi malah ngawur.
Memang Anda tergerak untuk menjadi sociopreneur sejak awal?
Saya bukan menguasai sendiri. Memang yang mendirikan saya. Tapi bukan berarti saya mayoritas. Mayoritas rakyat. Kalau Indonesia sistemnya usaha bersama, gotong royong, tidak ada negara yang mampu melawan kita. Ini surga dunia. Jadi dari 25 komoditas itu bisa dapat Rp 25 ribu triliun. Itu luar biasa. Jadi intinya dari agro industry, itu bisa menghasilkan angka segitu, tapi syaratnya hulunyadidandanin. Kelapa jangan diganti sawit, biar rakyat yang punya. Kemudian ada teknologi proses,support dari teknologi, SDM yang canggih, finansial, pemasaran. Nah, di sini baru kuasai pasar. (EVA)
Sumber: Gustyanita Pratiwi 2014. http://swa.co.id/entrepreneur/jadi-sociopreneur-wisnu-gardjito-bertekad-wujudkan-bio-era

Jika orang berbicara tentang maskapai penerbangan, maka nama Garuda Indonesia akan disebut pertama kali. Tapi, di dunia internasional, brand Garuda belum terlalu kuat, meski sudah berkali-kali menyabet penghargaan bergengsi sebagai maskapai terbaik dunia. Nah, untuk meningkatkan kekuatan brand Garuda di tingkat dunia, Garuda pun menjalin kerja sama dengan klub sepak bola legendaris asal Inggris, Liverpool. Apa saja yang dilakukan Garuda Indonesia untuk memperkuat brand-nya di kancah internasional? Emirsyah Satar, Presiden & CEO PT Garuda Indonesia, memaparkannya kepada Dadi A. Salim:
Emirsyah Satar, CEO PT Garuda Indonesia Tbk.
Emirsyah Satar, CEO PT Garuda Indonesia Tbk.
Apa saja yang dilakukan Garuda Indonesia dalam mengelola merek-merek (baik corporatebrand maupun product brand), sehingga mereknya termasuk tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan lain di Indonesia?
Kami lakukan rutin untuk tahu branding kami seperti bagaimana? Sebetulnya setiap brand itu harus ingin mewakili apa yang dari brand tersebut. Jadi kalau di Garuda itu kami namakan Garuda Indonesia Experience. Kami ingin Garuda itu mencerminkan The Best of Indonesia. Kalau orang kebanyakan kan inginnya goes international, kalau kami kebalikannya. Karena kami merasa bahwa brand itu merupakan alat untuk menjadi pembeda dengan yang lain. Saya percaya kalau Indonesia bisa maju. Di setiap kompetisi bisnis, harus punya sesuatu yang beda dengan yang lainnya. Karena kalau sama dengan yang lain ya tidak ada gunanya, cuma jadi common commodity. Brand itu yang membedakan suatu produk, baik jasa maupun barang.
Kami mengambil ini karena Indonesia terkenal dengan keramahtamahannya. Lalu Indonesia itu terkenal dengan diversity-nya. Ini kami ambil, kami cerminkan dalam servisnya yang kami berikan
Dengan memiliki merek kuat, apakah Garuda merasakan bahwa dalam menjalankan bisnis, mereka lebih kompetitif?
Yang kami lihat sejauh ini kalau di domestik brand Garuda itu kuat. Jika ditanya tentang airline di Indonesia, Garuda nomor satu. Kalau ada penurunan harus cepat dicari tahu penyebabnya, apakah kurang promosi, apakah kurang di produk. Karena kalau dilihat, fungsi utama dari sebuah brand itu sebetulnya, satu dia berfungsi sebagai navigasi, mengarahkan orang mau ambil apa. Dan yang kedua juga memberikan reassurance, kalau misalnya ambil Garuda orang sudah tahu mereka akan dapat apa. Dan yang ketiga juga memberikan suatu hubungan dengan komsumen kami.
Bagaimana dengan internasional?
Harus diakui bahwa brand Garuda tidak sekuat dengan yang lain. Karena melihat sejarah Garuda juga Indonesia setelah krisis. Itu semua mempengaruhi kekuatan terhadap brand Garuda. Jadi kami melihat bahwa kami harus melakukan peningkatan brand Garuda. Bagaimana melakukannya, cara termudah adalah kalau punya banyak dana seperti yang dilakukan oleh para pemain Timur Tengah, tinggal melakukan promosi. Tinggal bangun stadion, beli tim sepak bola dari Eropa. Itu kalau memang dananya ada, karena itu menciptakan brand awareness. Sayangnya Garuda tidak punya dana sebesar itu, kapital kami tidak sebesar itu.
Sehingga strategi kami untuk meningkatkan brand ini, kami meningkatkan pelayanan kami, dan kami lihat bagaimana menggabungkan brand Garuda dengan brand yang sudah kuat. Kalau kita mau pinter, carilah orang pinter. Biarlah orang itu ngobrol-ngobrol kita dengerin, kita jadi ikut pinter. Bisa saja kami juga ikut investasi, apalagi sekarang sudah dapat penghargaan The World Best Cconomy Class, Best Airline tahun lalu. Tetapi itu juga harus didorong lebih lagi untuk menciptakan brand awareness. Salah satunya adalah dengan cara menjadi official airline of Liverpool.
Jadi ada logo Garudanya di baju mereka. Jadi kalau Liverpool bertanding kan dia pake di kausnya ituStandard Charter. Jadi mereka membuat seragam satu lagi buat mereka latihan, jadi training kit-nya itu Garuda Indonesia. Itu merupakan hal yang bagus, karena setiap mereka beli pemain di setiap fotonya itu pake kaos latihan yang ada logo Garudanya. Jadi itu memberikan dampak yang sangat besar pada dunia. Bagi kami itu bukan hanya Garuda tapi juga Indonesia, karena itu namanya juga Garuda Indonesia. Jadi kami menggabungkan brand garuda dengan Liverpool.
Emirsyah Satar2
Apa benefit lain yang Anda rasakan dengan memiliki brand yang kuat?
Peningkatan ke jumlah penumpangnya pun ada. Tapi itu harus diimbangi dengan peningkatan servis kami, perbaikan produk. Inilah yang kami dapatkan, The World BestEconomy Class. Kemarin kami luncurkan first class, itu oleh survey kami dinilai nomor empat di dunia. Kami percaya bahwa tidak ada cara cepat untuk membangun sebuah brand. Tapi harus dengan bertahap. Jadi harus benar-benar, slowly but improving.
Apa yang dilakukan untuk menjaga brand tetap kuat?
Dari tahun-ketahun ini kami melihat seberapa kuat branding kami dengan yang lain-lain. Jadi kami lakukan survei sendiri. Dari tahun ke tahun melihat sebarapa kuat brand Garuda. Kami melakukan survei sendiri melalui online atau wawancara langsung kepada customer. Kami juga ambil dari profil konsumennya, pria, wanita, umurnya juga kami lihat, lalu status juga apakah menikah atau single. Lalu dilihat juga apakah mereka Garuda user atau non-Garuda user. Juga kami lihat dari tingkat pendidikan dan posisinya, kerjanya di industri apa. Lalu kami juga lihat di survey ini tujuan mereka untuk travel itu apa? Dari situ, kami juga melihat apakah mereka peduli tidak terhadap brand?
Kami lakukan survei juga. Yang banyak mendapat perhatian di dunia ini adalah sepak bola, sepak bola yang mana, ya premier league. Dari Liga Primer Inggris kebetulan ada dua yang masih kosong, Liverpool dan salah satu top five juga. Kami lakukan analisis setiap pemain itu ditayangkan di mana saja? Lalu fans based-nya berapa di dunia? Itu semua kami hitung. Jadi sampai sedetail itu kami lakukan analisis untuk branding ini.
Secara brand value, apakah Anda juga bertekad menjadikan brand produk atau perusahaan Anda bisa peringkat dunia, misalnya Top 500 Global Brand, atau bahkan Top100 Global Brand?
Untuk meningkatkan brand kami, juga kerja sama dengan perusahaan yang besar. Ini bicara world class corporate, seperti GE (General Electric). GE itu sangat terkenal untuk menciptakan leaders, jadi kami kerja sama dengan mereka. Jadi di training kami itu ada sesi khusus dengan GE, yang kami sebut leadership institute. Itu mereka benar-benar terlibat untuk menciptakan leaders untuk Gadruda. Itu secara tidak langsung juga meningkatkan brand Garuda.
Dengan demikian harapan kami adalah bisa meningkatkan branding. Tapi terus terang saja, sejak kami masuk di Liverpool, setiap mereka bertanding tiba-tiba di pinggir lapangan itu ada tulisan Garuda Indonesia keluar. Itu banyak menarik perhatian orang. Jadi teman-teman saya para CEO airline asing suka lihat.
Apa tantangannya menjadi salah satu global brand terbaik? Apakah Anda sudah merancang strategi untuk menuju sebagai salah satu global brand terbaik? Seperti apa setraginya?
Kami menyewa konsultan untuk mendapatkan high standard ini. Bahkan sekarang kami mendapatkan istilahnya orang men-benchmark kami. Ini merupakan topik yang bagus, karena kalau dilihat semuanya sudah baik, hanya brand-nya saja kurang kuat. Sehingga orang bisa coba dulu. Jadi orang tahu Garuda sekarang seperti apa. Bisa saja habiskan banyak dana untuk promosi, orang akhirnya orang tahu, tapi kami kan tidak punya dana sebesar itu.
Kami ini di bisnis jasa. Apa yang konsumen perlukan, itu yg kami selalu lakukan survei. Ketika orang memilih airline apa yg dipilih? Yang pertama itu keamanan. Mengenai keamanan ini kami punya standar keamanan yang namanya IOSA Safety Standard. Kami punya standar keamanan yang sama dengan airline di luar sana. Yang kedua ketepatan waktu, ontime datangnya juga keberangkatannya. Yang ketiga reservasinya harus nyaman. Lalu yang keempat harga, memang bukan yang termurah, tapi sesuai dengan apa yg didapatkan oleh konsumen. Dengan arti kata tidak apa-apa bayar lebih mahal, asal mendapatkan sesuatu.
Lalu penting juga free compliance program-nya, lalu interiornya, pesawatnya yang modern, kabin yang bersih, krunya yang help full makanannya, layanannya. Itulah yang kami lakukan untuk meningkatkan brand. Ini kami lakukan dua tahun sekali.
Lingkungan bisnis seperti apa yang Anda harapkan untuk mendukung cita-cita menjadi global brand?
Yang penting dari brand itu kualitas berbanding dengan harga. Kalau brand-nya kurang bagus tidak bisa diberi harga yang tinggi. Tapi kalau brand-nya kebagusan, juga jangan terlampau murah harganya. Karena itu sangat berpengaruh antara brand dan harga terhadap produknya sendiri.
Jadi yang kami lakukan adalah melihat setiap segmen pasar. Segmen mana yang harus dimasuki. Kami arahnya lebih ke business community. Misalnya saya rutin pergi ke Jepang, Australia, di situ kami ambil gathering, istilahnya kaya Kadin di sana. Karena mereka yang biasanya ngisi di depan, dan bagusnya mereka itu yang jadi the word of mouth. Dia nyoba dan kemudian memberi tahu pada yang lain.
Kami juga harus isi yang turisnya, leisure market. Leisure market-nya itu kami dengan agen perjalanan. Nanti agen itu kami undang ada yang namanya fam trip (familiarization trip). Kami juga bukan hanya jual Garuda, tapi juga Indonesia. Karena makin banyak orang datang ke Indonesia jadi ikut untung.
Dana yang dikeluarkan untuk promosi dalam rangka meningkatkan brand berapa?
Kami melakukan survei ini sudah sejak lama sekali. Bahkan sebelum adanya brand awareness ini kami sudah lakukan. Kami ini kan di bisnis jasa. Jadi bagaimana caranya konsumen terhubung dengan Garuda. Jadi dilihat konsumen perlunya apa. Jadi kami selalu lakukan survei.
Untuk melakukan promosi tiap tahunnya kami mengeluarkan dana sebesar 2% sampai 3% dari total kapiltal. Jadi masih kecil bila dibandingkan dengan yang lain. Itu harus kami tingkatkan lagi, tapi kembali lagi kami tidak punya banyak dana. (***)
Sumber: Dadi A. Salim. 2014. http://swa.co.id/business-strategy/strategi-garuda-mendongkrak-kekuatan-merek-di-kancah-internasional