Jumat, 16 Januari 2015

Strategi Taktis Menjadi Account Officer Perbankan Sukses

Amunisi Account Officer

Seorang AO yang termotivasi untuk sukses akan lebih mudah menjalankan fungsinya sebagai tenaga pemasaran kredit perbankan yang sarat dengan penolakan, keberatan, pembandingan, risiko, dan tingkat keluar-masuknya debitor karena take over kredit antarbank yang cukup tinggi. Ugie Nugroho

BAGIAN kredit di perbankan sangat tergantung pada keandalan account officer (AO). Siapa sih AO? AO adalah staf bank yang pekerjaan utamanya adalah di bidang pemasaran dan penjualan produk kredit perbankan. AO merupakan perantara kepentingan antara pihak bank dan debitornya.

Bagi bank, mengelola AO bukan hal yang mudah, apalagi dengan tingkat persaingan yang makin ketat saat ini. AO yang andal akan menjadi objek pembajakan oleh bank lain.

Kendati demikian, tidak semua AO mampu menjadi AO yang andal. Keluhan manajemen bank terhadap kualitas AO sepertinya telah menjadi topik utama di beberapa bank. Mengapa demikian? Karena, kinerja AO akan tercermin dari kuantitas ataupun kualitas kredit yang disalurkan bank tersebut.

Banyak bank yang sulit melakukan ekspansi kredit karena kualitas AO-nya yang tidak mumpuni. Bahkan, sering terdengar seorang AO kebingungan untuk mulai mencari calon debitor. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya atau AO yang lebih banyak di kantor daripada di luar kantor.

Kesalahan-kesalahan tersebut seharusnya dapat dihindari bila bank tempatnya bekerja mempunyai mekanisme prosedur pemasaran kredit yang sistematis dengan fungsi bimbingan dan supervisi atasan yang berjalan dengan baik.

Untuk mendukung kesuksesan AO menjadi tenaga pemasaran dan penjualan yang andal, bank sebagai institusi harus membuat minimal tiga acuan bagi jajaran AO. Satu, peta bisnis dari pasar yang akan dimasukinya. Dua, “senjata” sehingga mereka mempunyai alat untuk dapat memenangi persaingan. Tiga,rewards dalam bentuk finansial maupun nonfinansial bila mereka mampu mencapai atau melampaui target yang telah ditetapkan.

Pertama, bank harus membuat aturan baku bahwa AO harus memiliki peta bagi pasar yang akan dimasukinya. AO harus selalu mengawali kegiatan pemasaran kreditnya dengan membuat suatu business mapping pada area yang menjadi target kegiatan bisnisnya. Business mapping ini dimaksudkan untuk memetakan peluang dan pesaing di area yang manjadi target pasarnya.

Peta peluang berisi minimal informasi tentang potensi pasar, jumlah usaha, potensi kredit, dan potensi geografis. Sementara itu, peta pesaing akan memberikan informasi tentang ketersediaan pesaing, potensi pesaing, penetrasi pesaing, dan lain-lain.

Kedua, bank harus mempersiapkan “senjata” dan “peluru“ (weapon) sebagai alat yang bisa dipergunakan AO untuk mendukung kegiatannya sebagai ujung tombak bisnis perbankan di bidang perkreditan.

Yang dimaksudkan di sini adalah AO yang dibekali dengan kemampuan teknis (skill), seperti territory skill, marketing skill, selling skill, innovation skill,dan relationship skill, sehingga mereka dapat menjadi AO andal.

AO juga perlu diberikan pegangan berupa selling manual script (guidancebagi AO pada saat melakukan penjualan, dari perkenalan sampai denganclosing); handling objection manual script (menghadapi penolakan dan komplain); dan cross selling & up selling manual script.

Ketiga, bank harus menerapkan reward system yang jelas bagi jajaran AO. Yang dimaksudkan di sini adalah tentu saja termasuk punishment system-nya. Untuk menciptakan tenaga AO, minimal harus diciptakan motivasi bahwa suatu achievement akan berdampak pada diperolehnya benefit terukur bagi AO yang berhasil. Sistem penghargaan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penghargaan berupa finansial (bonus dan insentif) dan penghargaan nonfinansial (kesempatan mengikuti pendidikan dan jenjang karier).

Ketiga hal tersebut hanya bekal awal bagi AO untuk memenangi perang persaingan perkreditan yang sangat ketat saat ini. Kemenangan akan ditentukan di lapangan, artinya AO harus melakukan action untuk melampaui target yang telah ditetapkan.

Map dan weapon akan menjadi fondasi bagi AO untuk bersaing di lapangan dan reward harus menjadi trigger bagi motivasi AO untuk meraih kesuksesan. Seorang AO yang termotivasi untuk sukses akan lebih mudah menjalankan fungsinya sebagai tenaga pemasaran kredit perbankan yang sarat dengan penolakan, keberatan, pembandingan, risiko, dan tingkat keluar-masuknya debitor karena take over kredit antarbank yang cukup tinggi.

One more thing, tentang peran supervisi atasan. Keberhasilan AO tidak terlepas dari keandalan mekanisme supervisi oleh atasan. Business mappingtidak akan bicara apa-apa bila AO tidak mempunyai komitmen dalam membuatnya. Atasan harus benar-benar mengontrol anak buahnya sehingga dapat dihindari adanya pembuatan business mapping yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Atasan juga harus melakukan mekanisme continued learning untuk membekali AO dengan “weapon” yang terkini. Dengan begitu, AO akan selalu memiliki senjata dan peluru yang mutakhir untuk “berperang” melawan pesaing-pesaing mereka.

Sukses sebuah bank akan sangat ditentukan pada keandalan AO sebagai ujung tombak bisnis bank. Teruslah memintarkan AO, dengan skill,knowledge, dan pegalaman lapangan. Jangan pernah merasa takut tenaga AO akan dibajak bank lain karena dengan mekanisme reward yang baik, AO bank Anda akan loyal kepada bank Anda. (*)

 

Mencapai Target Kredit

Ekspansi kredit menjadi target dari KPI yang harus dicapai. Kalau meraih target tersebut akan dapat reward, atau kalau KPI tercapai akan mempunyai kesempatan promosi (karier meningkat). Ugie Nugroho

SUATU saat saya ditelepon bekas anak buah saya yang saat ini menjadi seorang account officer (AO) di salah satu bank. “Pak, bagaimana ya caranya menjadi AO yang baik?” Ketika saya tanyakan mengapa, dia menjelaskan bahwa dia kebingungan untuk memulai penjualan, ke mana atau kepada siapa.

Untuk menjadi seorang tenaga pemasaran yang andal, kita harus memahami siklus penjualan, yaitu suatu rangkaian kegiatan yang harus diikuti oleh seorang tenaga pemasaran atau penjualan. Siklus penjualan meliputi beberapa tahapan, yaitu planning, prospecting, approaching, fact finding, handling objection and selling, servicing, dan supervising. Pada tulisan ini kita akan membahas tahap pertama dari siklus penjualan, yaitu planning atau perencanaan.

Agar sukses meraih target, bahkan melampauinya, kita memerlukan suatu perencanaan yang baik. Terkait dengan AO bekas anak buah saya tadi, saya lalu bertanya, “Apakah kamu sudah mempunyai business mapping?” Dia menjawab, “Ada Pak, tapi itu ‘kan milik kantor cabang.”
Lalu, saya tanya lagi. “Oke, apakah kamu tidak disuruh membuat area mapping, yaitu suatu area yang menjadi wilayah pemasaran kamu?” Dia tidak bisa menjawab. Mungkin memang tidak dibuat area mapping.

Dari situasi di atas tergambar jelas bahwa pemimpin unit kerja tidak memanfaatkan dasar planning dalam penjualan kredit secara optimal. Mereka mungkin membuat business mapping, tapi tidak dimanfaatkan untuk berjualan. Bahkan, bukan tidak mungkin, mereka membuatnya sekadar untuk memenuhi ketentuan. Kesannya sekadar ada dan bukan tidak mungkin data dalam business mapping tersebut kurang akurat.

Business mapping harus dibuat karena dengan business mapping tersebut kita akan dapat memetakan bagaimana potensi bisnisnya dan bagaimana persaingannya. Selanjutnya, seorang pemimpin unit kerja harus membagibusiness mapping tersebut dalam beberapa area mapping kepada sejumlah AO yang dimilikinya. Misalnya, kantor cabang tersebut memiliki empat orang AO, maka peta bisnis yang ada dibagi menjadi empat kotak wilayah. AO A mendapat jatah wilayah 1, AO B wilayah 2, AO C wilayah 3, dan AO D wilayah 4.

Selain business mapping, langkah perencanaan lain adalah kita harus menentukan target atau goal. Dalam menentukan target atau goal tersebut, kita harus menggunakan prinsip SMART. Misalnya, seorang AO diberi target pada 2013 untuk ekspansi kredit sebesar Rp24 miliar. Pertanyaannya, apakah target tersebut specific? Belum spesifik karena masih terbuka pertanyaan, harus ekspansi kredit yang mana?

Untuk memberi gambaran, berikut diuraikan unsur SMART sebagai basis pembuatan target atau goal ekspansi kredit. Pertama, specific. Kita harus memperjelas ekspansi kredit bagi si AO tersebut untuk jenis kredit apa saja? Misalnya, kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI), bank garansi (BG), atau yang lain. Buatlah sespesifik mungkin.

Kedua, measurable. Kita harus mempunyai ukuran nilai atau besaran tertentu sehingga target kita bisa diukur secara jelas. Misalnya, AO tersebut harus ekspansi kredit dengan komposisi KMK 60% (Rp14,4 miliar) dan KI 40% (Rp9,6 miliar).

Ketiga, achievable. Kita harus memiliki keyakinan bahwa target yang ditetapkan dapat kita raih, bahkan kita lampaui. Si AO ditarget ekspansi Rp24 miliar, maka untuk memberikan guidance strategi pencapaiannya, target setahun tersebut kita break down menjadi bulanan, dan hasilnya si AO harus ekspansi kredit sebesar Rp2 miliar per bulan atau Rp500 juta per minggu. Bila seminggu bekerja lima hari kerja, per hari harus ekspansi Rp100 juta.

Mungkinkah target ini dapat diraih? Sangat mungkin. Tinggal bagaimana kita mengombinasikan target ini dengan strategi jualan kita. Misalnya, dengan target Rp100 juta per hari, si AO dapat membuat strategi penjualan “one week one kawasan industri”.

Maksudnya, AO cukup menanamkan dalam benaknya bahwa setiap minggu saya harus masuk kawasan industri untuk berjualan. Ingat, sekali jalan (ke kawasan industri), AO dapat memperoleh peluang prospek calon debitor yang cukup banyak.

Keempat, realistic. Dengan target Rp100 juta per hari dengan dipadu strategi penjualan yang sesuai, seperti menarget kawasan industri atau sentra industri atau komunitas, dan masih banyak lagi, maka target tersebut menjadi realistis untuk dapat dicapai.

Kelima, time line. Target yang kita tetapkan harus mempunyai batasan waktu untuk diraihnya. Dari contoh di atas, cukup jelas bahwa AO tersebut harus mampu memenuhi targetnya dalam jangka waktu satu tahun. AO juga dapat kreatif dalam menentukan time line pencapaian target tersebut, yaitu target akan dicapai dengan batasan empat bulan pertama sudah harus mencapai 50% dari target, kemudian empat bulan kedua pencapaiannya harus sudah 80%, dan empat bulan ketiga pencapaiannya 100% atau lebih.

Selanjutnya, kita harus menentukan journey plan untuk meraih target tersebut, yaitu dengan menentukan strategi apa saja yang harus kita ambil. Misalnya, kita akan melakukan strategi massive take over dan suplesi. Kita dapat juga menentukan target nasabah bank mana saja yang akan kita rebut.

Kita harus pula menentukan taktiknya, yaitu implementasi di lapangannya harus jelas, misalnya dengan memberikan iming-iming suku bunga menarik, biaya administrasi bersaing kepada calon debitor yang akan kita ambil dari bank pesaing.

Dalam journey plan ini, selain strategi dan taktik, kita harus memerhatikan unsur proses. Follow the process adalah tahapan yang harus kita jalankan secara konsisten. Kita tidak boleh melakukan penyimpangan-penyimpangan karena melakukan hal menyimpang dari proses yang seharusnya, akan dapat merugikan.

Setalah goal ditentukan, kemudian journey plan juga kita tetapkan, tahapan selanjutnya adalah mengubah kebiasaan atau habits kita. Ingat goal baru akan menuntut kebiasaan baru.

Pertama-tama kita lihat trigger yang membuat habits kita harus diubah itu apa. Trigger bagi si AO adalah dia harus ekspansi kredit sebesar Rp24 miliar. Karena ada trigger tersebut, maka untuk meraih target, si AO harus melakukan kegiatan atau rutinitas (routine) yang berbeda. Misalnya, ketika pulang kantor, kalau tahun lalu dia langsung pulang, sekarang rutinitasnya diubah untuk prospecting terlebih dahulu.

Ujung dari perubahan habits adalah pencapaian atau bahkan pelampauan target dan tentunya AO akan memperoleh reward atas prestasinya tersebut. Motivasi akan adanya reward ini perlu ditumbuhkan sehingga AO merasa selalu termotivasi untuk meraih target dengan baik.

Setelah goal, journey plan, dan habits, maka tahapan selanjutnya adalah perlunya memiliki keyakinan (beliefs) bahwa kita akan dapat meraih target yang telah ditetapkan. Tugas kita dalah menyamakan pikiran dan perasaan kita. Pikiran kita bilang bisa meraih target tersebut, tapi perasaan kita ragu-ragu, maka target tidak akan dapat kita raih. Jadi, samakan pikiran dan perasaan, simple.

Tahap terakhir dari pemahaman planning adalah kita harus selalu bisa menjawab pertanyaan mengapa atau why. Dari contoh AO di atas, maka dia harus mampu menjawab “mengapa saya harus meraih target ekspansi kredit tersebut?” Jawabannya bisa karena ekspansi kredit menjadi target dari key performance indicator (KPI) saya yang harus dicapai, atau kalau saya meraih target tersebut saya akan dapat reward, atau kalau KPI tercapai saya akan mempunyai kesempatan promosi (karier meningkat).

Inti dari keharusan menjawab pertanyaan mengapa (why) ini adalah untuk mengukur seberapa penting target itu bagi kita. Kalau ternyata target itu tidak penting-penting sekali bagi kita, maka upaya pencapaian target tersebut bisa tidak optimal. Bukan tidak mungkin kita akan bilang “Ah, target tidak penting-penting amat, tidak tercapai juga tidak apa-apa.” (*)


Mendengarkan Fact Finding

Salag satu kunci sukses penjualan ialah seberapa jauh kita memahami kebutuhan dan keinginan calon pelanggan atau debitor. Proses fact funding merupakan sarana bagi account officer untuk mendapatkan debitor yang potensial dan berkualitas Ugie Nugroho

SEORANG account officer (AO) akan sukses menjadi seorang tenaga penjualan bila mereka mau secara konsisten mengikuti tahapan-tahapan proses penjualan (selling cycle).

Salah satu tahapan krusial dalam proses penjualan adalah tahap fact finding,yaitu tahapan di mana kita dituntut untuk dapat mengetahui fakta-fakta tentang calon debitor, baik fakta tentang latar belakang mereka maupun tentang keinginan atau kebutuhan mereka.

Apa kesalahan yang sering dilakukan seorang AO ketika melakukan proses penjualan kredit? Kesalahannya adalah mereka sering lupa melakukan tahapan fact finding tersebut karena tidak sedikit dari AO yang langsung melakukan tahapan penjualan. Kita bisa sukses melakukan penjualan apabila kita benar-benar tahu apa sebenarnya keinginan ataupun kebutuhan calon debitor kita. Kita juga harus benar-benar tahu profil calon debitor kita seperti apa sehingga apa yang kita tawarkan benar-benar sesuai dengan kondisi mereka.

Seorang AO juga harus berhati-hati. Dalam arti, apabila pertemuan mereka dengan calon debitor merupakan pertemuan pertama, AO harus benar-benar menjaga “kesan pertama” dengan calon debitor tersebut. First impression penting karena kegagalan dalam menciptakan first impressionyang baik bisa menghentikan proses penjualan selanjutnya. Lalu, apa saja yang perlu diperhatikan untuk menjaga first impression?

Satu, penampilan. Seorang AO bertindak mewakili institusinya sehingga mereka harus tampil sebagaimana layaknya seorang profesional ketika berhadapan dengan rekanan bisnis perusahaannya.
Dua, menjaga komitmen. Pada setiap janji temu dengan calon debitor, AO tidak boleh melakukan keterlambatan. Apa pun alasannya, hal itu jelas akan merusak reputasi komitmen kita di mata calon debitor.

Satu hal lagi yang harus jadi perhatian AO, ketika kita telah meminta waktu calon debitor 15 menit, maka pada pertemuan tersebut kita harus meminta izin mengakhiri pertemuan sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. Bila kemudian calon debitor meminta agar pertemuan dilanjutkan, kita dapat melanjutkannya. Intinya, jangan pernah melanggar apa yang telah kita mintakan sebelumnya. Kenapa? Karena, ketika kita melanggarnya, maka kita dapat dinilai sebagai AO yang berkomitmen rendah.

Tiga, tahapan fact finding merupakan tahapan penggalian informasi. Sehingga, tidak benar bila pada tahapan tersebut seorang AO justru mendominasi pembicaraan dibandingkan dengan calon debitor yang akan digali informasinya.

Problem Review

Proses fact finding bukanlah hal yang rumit. Kita bisa menganalogikan dengan kegiatan first date dalam berpacaran. Pada saat kencan pertama, hal-hal yang biasanya dilakukan ialah penggalian informasi. Kita akan mencari tahu siapa sebenarnya calon pasangan kita tersebut, apa pekerjaannya, bagaimana penghasilannya, siapa keluarganya, apa hobinya, dan lain-lain.

Dalam proses kredit juga sama. Pada saat fact finding, kita harus tahu terlebih dulu siapa calon debitor kita tersebut. Baru kemudian kita gali apa keinginan mereka. Kita harus mengidentifikasi latar belakang calon debitor, mengidentifikasi kemampuan keuangan calon debitor, mengidentifikasi tujuan dan kebutuhan kredit calon debitor, mengidentifikasi ketersediaan agunan, serta informasi lain yang relevan.

Kemudian, kita memasuki tahapan untuk mengevaluasi permasalahan (problem review) yang mungkin dimiliki calon debitor. Tahapan problem review tersebut sebagai berikut. Pertama, want. Kita harus mencari tahu keinginan (want) calon debitor, terkait dengan kegiatan usahanya dan kemungkinan keperluan adanya dukungan permodalan dari pihak ketiga. Setelah kita memahami keinginan calon debitor, kita dapat mengarahkannya menjadi suatu kebutuhan (need) yang harus segera dipenuhi calon debitor.

Kedua, got. Kita harus mencari tahu apa saja yang telah diperoleh (got) calon debitor dari lembaga finansial lain, terkait dengan keinginan mengembangkan usaha yang dimilikinya tersebut.
Ketiga, shortfall. Setelah kita memperoleh informasi tentang apa saja fasilitas yang telah diperoleh calon debitor, kita dapat mengidentifikasi ada tidaknya perbedaan (gap) antara keinginan (want) dengan apa yang telah diperoleh (got).

Keempat, follow up. Kita harus mencari informasi tentang langkah tindak lanjut apa yang direncanakan calon debitor terkait dengan adanya gap antara keinginannya dengan apa yang telah dia peroleh saat ini.

Kelima, objection. Kita mengevaluasi lebih lanjut kira-kira kendala apa saja yang mungkin dihadapi calon debitor bila shortfall tersebut harus mereka penuhi. Kendala-kendala tersebut, antara lain keterbatasan permodalan, ketersediaan agunan, dan kemampuan membayar bunga yang terbatas.
Presentasi Penjualan

Setelah proses fact finding dilakukan, biasanya AO akan segera menindaklanjuti dengan melakukan presentasi penjualan tentang produk bank yang mungkin sesuai dengan kebutuhan calon debitor. Yang harus menjadi perhatian AO ialah tetap tidak boleh mendominasi pembicaraan pada saat melakukan presentasi penjualan. Hal ini terkait dengan fakta bahwa calon debitor akan cenderung membuat pembatas (barrier) pada saat kita terlalu mendominasi pembicaraan.

Pada saat kita menyampaikan fakta-fakta kebenaran ataupun kelebihan produk kita, kita tidak bisa memaksakan pengakuan fakta itu kepada calon debitor. Kita harus berusaha bahwa pernyataan kebenaran itu datang dari calon debitor, bukan dari kita sebagai AO. Semakin kita memaksakan kebenaran tentang kelebihan produk kita, pada saat yang bersamaan calon debitor akan berusaha untuk melakukan penolakan akan fakta kebenaran tersebut. Kalau demikian, bagaimana caranya agar calon debitorlah yang mengungkapkan pernyataan positifnya tentang produk yang kita tawarkan?

Selain tak boleh mendominasi pembicaraan untuk memaksakan kehendak bahwa produk kita adalah baik, kita harus mengalihkan dominasi pembicaraan kepada calon debitor. Kita dapat menggunakan kalimat-kalimat bertanya yang pada intinya untuk memancing calon debitor berpendapat, seperti “bagaimana menurut Bapak tentang produk kami?” atau “apa yang telah Bapak atau Ibu ketahui tentang produk kami?”.

Satu hal lagi yang harus menjadi perhatian AO, pada saat melakukan fact finding yang diteruskan dengan presentasi penjualan, AO tidak boleh melupakan penggunaan pancaindra. Kadang kita mengalami kebuntuan dalam proses komunikasi dengan calon debitor. Maka, kita bisa menggunakan pandangan kita untuk melakukan observasi lingkungan, untuk mencari objek yang mungkin bisa kita jadikan bahan pembicaraan, untuk sementara keluar dari topik penjualan.

Kita juga bisa menggunakan pendengaran kita untuk mengalihkan pembicaraan bila pada saat pertemuan tersebut terdengar lagu-lagu tertentu yang mungkin menarik minat calon debitor. Kita bisa tanyakan, misalnya “oh, Ibu senang dengan lagu-lagu seperti yang sedang dimainkan di TV itu, ya?”. Atau, kita mencoba menyentuh benda tertentu di ruangan untuk mengajak calon debitor membahasnya bila dirasakan adanya kemandekan proses pembicaraan dengan calon debitor.

Berikutnya, seorang AO juga harus memahami body language dalam komunikasi. Misalnya, calon debitor sudah mulai mengetuk-ngetukkan jarinya di pegangan kursi, itu tanda bahwa dia ingin pertemuan segera diakhiri. Sekali lagi, dengarkan calon debitor kita, amati gesture komunikasi mereka, maka kita akan lebih efektif untuk sukses dalam melakukan penjualan kepada calon debitor kita. (*)

Penulis adalah pembicara publik, mantan bankir bank BUMN,

Sumber di kutip penuh dari:

diakses Januari 2014
http://www.infobanknews.com/2014/06/rahasia-ao-gapai-target-kredit/

2 komentar:

  1. Hello,
    Adakah anda memerlukan pinjaman dengan segera untuk menyelesaikan hutang anda atau anda memerlukan pinjaman modal bagi meningkatkan perniagaan anda?
    anda telah ditolak oleh
    Bank-Bank dan lain-lain agensi kewangan?
    Adakah anda memerlukan jaminan Bank?
    Adakah anda memerlukan pinjaman penyatuan atau gadai janji?
    Cari lagi kerana kami di sini agar semua masalah kewangan anda dengan perkara yang sebelum ini. Kita pinjaman dana keluar kepada individu
    memerlukan bantuan kewangan, yang mempunyai kredit bad atau memerlukan wang
    untuk membayar bil, untuk melabur dalam perniagaan pada kadar 2%. Saya ingin menggunakan medium untuk memaklumkan kepada anda bahawa kami menyebabkan boleh dipercayai dan bantuan waris ini dan akan bersedia untuk menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini melalui e-mel: zenithloanlimited@gmail.com

    BalasHapus
  2. Nama saya smith Cassey. Awalnya saya skeptis tentang pinjaman di internet. Aku punya pengalaman buruk ketika saya sedang mencari log pinjaman. Tapi teman menyarankan saya untuk seseorang. pemrosesan kredit dengan kondisi mudah segala sesuatu yang lain pergi begitu cepat dan mudah. Saya memiliki kredit dan saya bisa tersenyum. Jika Anda mencari pinjaman atau mencari, hubungi saya. Saya akan memberikan informasi tentang orang yang akan dapat membantu Anda hubungi melalui e-mail
    unitycredit111@gmail.com

    BalasHapus

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !