Selasa, 12 Maret 2013

Billy, Si Pemuda Pencetak Gain 4000% wow (Inspiratif)

Billy Budiman, kelahiran 8 juni 1992, mampu mencetak untung (gain) sekitar 4.000% di bursa saham. Saat ini, Billy kuliah di Universitas Multimedia  Nusantara (UMN) jurusan manajemen. Billy juga bekerja di PT Batavia Prosperindo  Sekuritas.

Meski masih muda, penggemar sepakbola itu menduduki jabat- an penting sebagai head of technical analyst & private fund ma-nager. Belum lama ini, Billy berhasil memecahkan rekor dunia. Dia lulus tes Chartered Market Technician (CMT) 1 yang digelar oleh MTA (Market Technician Association). CMT adalah salah satu lisensi untuk menjadi analis teknikal di dunia, khususnya Wall Street.

Billy juga menyabet gelar Asian Youngest Professional Stock Analyst pada 2010. Sedangkan pada 2009, dia menyandang gelar Indonesian Economy Icon.

Pria yang bercita-cita menjadi manajer investasi global itu mengaku punya tiga kunci sukses selama berinvestasi di bursa saham. Dia selalu fokus pada manajemen dana (money management), pemilihan saham (stock screening), dan strategi keluar masuk (entry exit strategy).

“Money management berguna untuk melindungi portofolio dari kerugian, sedang- kan entry exit strategy jelas sebagai panduan dalam trading,” ujar Billy kepada Investor Daily di Jakarta, belum lama ini.

Billy menyarankan kepada para pemodal, terutama pemula, untuk membeli saham- saham blue chip. Sebab, emiten yang memiliki saham-saham blue chip terbukti konsisten mencetak kenaikan laba bersih sebesar 25% setiap tahun.

Setelah itu, menurut dia, para pemodal bisa menggunakan analisis teknikal untuk menen- tukan waktu yang tepat dalam membeli atau menjual saham. “Itu kenapa pemodal perlu memahami beberapa indikator analisis teknikal yang sederhana, seperti moving average, MACD, RSI, dan stochastic,” tutur Billy.

Dia mengaku terinspirasi dengan gaya Darvas dalam analisis teknikal. Teori Darvas sangat unik, karena bisa mencetak untung justru ketika harga saham sedang naik tinggi. Selain Darvas, Billy menyukai teori-teori investasi Warren Buffet.

“Saya mulai berinvestasi saham sejak 2002. Sampai saat ini sudah gain sekitar 4.000%, karena terbantu juga dengan kondisi pasar yang bullish pada 2009-2010,” kata Billy.

Hadapi Bearish
Bagaimana berinvestasi saat pasar bearish (tren turun)? Billy selalu memegang teguh filosofi It’s better to lose momentum than lose a money  (lebih baik hilang kesempatan daripada uang).

Saat tren pasar turun seperti saat ini dan tidak yakin rebound, maka lebih baik pemodal menunggu sampai indeks saham kira-kira mendekati level bawah. Artinya, tidak perlu menyesal bila indeks kemudian naik, semensementara kita belum ikut beli.

Perhitungan itu harus dilandasi beberapa indikator analisis teknikal. Jika beberapa
indikator tersebut benar-benar memberi sinyal balik arah (reversal), pemodal baru masuk pasar dengan percaya diri.
“Tidak penting Anda salah atau benar di
pasar. Yang paling penting adalah bagaimana
Anda mencetak untung dan mengurangi
risiko kerugian secara benar,” ujar Billy.
Dia mengaku sempat mendapat ujian berat
pada 2008, saat krisis finansial melanda
bursa saham di dunia, termasuk Bursa Efek
Indonesia (BEI). Namun, dia berhasil
menciptakan formula baru dalam
analisis teknikal bernama weighted
technical analysis (WTA). Billy pun
selamat dari kejatuhan indeks
harga saham gabungan (IHSG)
pada Oktober 2008.
Ketika itu, dia memprediksi
bahwa IHSG bakal strong
bearish bila dihitung melalui
metode WTA. Analisis teknikal
tersebut tidak hanya memperhitungkan
faktor moving average convergence
divergence (MACD), relative
strength index (RSI), William
%R, dan stochastik oscilator, WTA juga memasukkan
indikator kunci lainnya. Dengan begitu,
WTA berbeda dengan analisis teknikal lainnya dan
WTA memiliki akurasi maksimal 70%.
“Ketika itu, pada Juni 2008,
saat indeks 2.500, semua analis
memprediksi indeks bakal 3.200.
Tapi, saya melihat hampir semua
indikator terutama MACD menunjukkan
strong bearish dan tinggal menunggu
berita negatif. Lalu, saya
putuskan untuk keluar dari market,”
jelas Billy penuh semangat.
Keputusan Billy yang sempat
ditentang, ternyata terbukti. Bangkrutnya
Lehman Brothers memicu jatuhnya
indeks saham yang mengakibatkan sebagian
besar investor rugi besar. IHSG anjlok
hingga ke level 1.000-an. Namun, ketika
muncul kabar bahwa indeks bisa jatuh ke
level 850, Billy tidak percaya, karena indeks
bakal rebound lagi.
“Saya masuk pasar lagi ketika indeks di
level 1.100-an. Meski esoknya turun ke 1.089,
tapi saya yakin, saya masuk di saat tepat.
Dan, sejarah membuktikan, level 1.100-an
merupakan titik yang sudah dekat dengan
level bottom,” ungkapnya.
Billy sangat antimargin, karena tidak rela
keuntungannya tergerus akibat kalah margin.
Dia juga banyak mengoleksi saham-saham
blue chip. Dia pun cukup pandai mengelola
kerugian dan potensi keuntungannya di
saham.
Pada saham-saham blue chip, dia membatasi
cut loss sekitar 5% dari harga beli. “Kalau
sudah turun 5%, sebagian dana harus keluar.
Kalau sudah 8%, semuanya. Soalnya kalau
sudah 10%, orang maunya di hold dan
kemungkinan bisa turun terus itu pasti ada,”
tuturnya.
Namun, kalau untuk saham lapis kedua
dan ketiga, Billy akan menjualnya bila
harganya turun sebesar 3% dari perkiraan
harga tertinggi. “Jangan serakah juga. Kita
tidak bisa beli di harga yang benar-benar di
bawah atau jual di harga atas. Bandar saja
juga tidak bisa,” kata dia sambil tersenyum.

Belajar Sejak Belia
Billy lahir di Lampung pada 8 Juni 1992.
Ayah Billy, Budiman Candra (43), pernah
bekerja di PT Indofood Sukses Makmur Tbk
(INDF). Awalnya, pada 2002, saat Billy masih
duduk di kelas V SD di Serpong, ayahnya
mendapat jatah ratusan lot saham INDF dari
program employee stock option plan (ESOP).
Namun, karena kesibukan ayahnya, Billy
diminta untuk mengamati pergerakan INDF di
layar TV. Dia pun mengaku merasa bingung
dengan naik turunnya harga INDF, yang
ketika itu masih berada di level Rp 800. Lalu,
kebingungan Billy menimbulkan sejumlah
pertanyaan. Lama-kelamaan, dia mulai
paham.
Saat usianya baru 10 tahun, Billy mulai
tertarik dengan saham. Kebetulan, pamannya
kerja di suatu perusahaan sekuritas. Setelah
belajar selama dua bulan, dia akhirnya ingin
mencoba masuk pasar, meski niat itu terasa
aneh bagi anak seusianya.
Modal awal diperoleh dari ayahnya. Ketika
itu, dia hanya mengandalkan feeling.
Akibatnya, meski pasar sedang bullish, Billy
malah rugi 93% dalam kurun waktu dua
tahun, sejak 2002-2004. “Saat itu, saya sadar
bahwa investasi saham tidak bisa mengandalkan
feeling. Karena itu, saya belajar
analisis fundamental dan teknikal. Analisis
tersebut sangat penting bagi investor pemula,”
ujar Billy. n

SUPER INVESTOR(Jauhari M.)
semuabisajadiinvestor /OKTOBER – NOVEMBER 2011/investor daily

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !