Sabtu, 13 Desember 2014

Strategi Mewujudkan Perbankan Indonesia Berkelas Dunia


Mimpi Punya Bank Besar


Dalam peluncuran buku Sigit Pramono yang berjudul “Mimpi Punya Bank Besar”, Sigit menyiapkan tujuh skenario besar konsolidasi perbankan nasional agar mampu bersaing di pasar regional Asia Tenggara bahkan hingga tingkat global. Rencana ini bentuk antisipasi keadaan ketika kue ekonomi Indonesia semakin besar, saat PDB Indonesia tumbuh mencapai US$7.700 miliar pada 2030, yang akan menikmati bukan bank-bank nasional, melainkan bank-bank asing.


“Kalau nanti produk domestik, bruto kita mencapai m3ncapai 10 atau 7 besar di dunia, kalau tidak bank ikut besar, tidak ikut kuat modalnya, nanti yang melakukan kredit melakukan pelayanan perbankan, itu bank-bank asing. Dan yang paling siap masuk Indonesia adalah bank-bank dari Malaysia dan Singapura, karena mereka memahami betul pasar kita,” ucap Sigit.

Langkah pertama yang diajukan adalah pendirian Bank Pembangunan Indonesia (BPI) yang khusus membiayai proyek-proyek infrastruktur dan investasi jangka panjang lainnya. Proyek semacam ini, karena struktur dana pihak ketiga yang dihimpunnya, tidak dimintai oleh bank-bank umum (bank komersial). Pembangunan infrastruktur dan investasi jangka panjang yang sangat dibutuhkan untuk mempercepat pencapaian Indonesia keluar dari zona negara berpendapatan menengah. Pembiayaan rencana ini dapat bersal dari APBN yang disisihkan dari penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan alokasi dana sebesar Rp100 triliun.

Langkah kedua, penyiapan rencana merger bank pembangunan daerah (BPD) milik pemerintah provinsi di seluruh Indonesia dengan BPI. Langkah kedua ini, dilanjutkan dengan langkah ketiga yaitu penyiapan megamerger Bank Mandiri dengan BNI menjadi BNI Mandiri. Bank hasil penggabungan tersebut kemudian mengakuisisi BTN dan menjadikannya sebagai anak perusahaan BNI Mandiri yang tetap fokus pada pembiayaan perumahan rakyat. Jalan ini, diiringi dengan penyerahan semua portofolio kredit perumahan dari BNI dan Bank Mandiri ke BTN.

“Sebenarnya konsolidasi itu penting untuk memperkuat modal, karena modal itu yang akan menentukan dia bisa kasih kredit berapa yang nanti menentukan dia bisa punya aset berapa. Keputusan merger atau tidakmerger bukan di level kita, lebih ke pemerintahnya. Kalau pemerintahnya ok, kita siap, tetap kalau pemerintannya tidak, kita akan cari alternatif lain,” ucap Budi G. Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri, menambahkan.

Langkah keempat, BRI dikembalikan ke khittahnya sebagai bank rakyat, dengan cara refokus BRI menjadi bank UMKM dan bank yang mendukung pembangunan sektor pertanian dan perikanan. Semua portofolia kredit korporasi diserahkan atau dijual ke BNI Mandiri. Sebaliknya, portofolio kredit UMKM BNI Mandiri diserahkan atau dijual ke BRI.

Langkah kelima penguatan permodalan dan tata kelola bank-bank komersial swasta nasional, bank komersial menengah dan bank khusus kecil. Bank khusus kecil seperti bank perkreditan rakyat (BPR), lembaga keunagan mikro (LKM), koperasi, baitul mal watanwil (BMT) diarahkan menjadi community bank. Dalam konteks penataan ini, bank asing diformulasikan kembali posisi, peran, dan kontribusinya untuk pembanguan perekonomian Indonesia.

Langkah keenam, penggabungan bank-bank syariah BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia. Selanjutnya, BSI menjadi anak perusahaan BNI Mandiri atau menjadi anak usaha perusahaan induk (super holding company) yang senagaj dibentuk sebagai perusahaan induk bank dan BUMN keuangan lainnya.

Langkah ketujuh adalah transformasi kementerian BUMN di mana penempatan bank-bank BUMN agar sebaiknya tidak berada kendali suatu kementerian seperti yang terjadi selama ini. Bank-Bank BUMN itu sebaiknya dikelola di bawah payung perusahaan induk keunagan. Perusahaan induk ini dapat diadakan dengan membentuk perusahaan baru atau menunjuk salah satu bank BUMN sebagai perusahaan induk.



“Memang yang pertama, mencapai sesuatu impian atau cita-cita yang besar, diperlukan suaha yang besar. Pertama, pemerintah harus mempunyai tekad yang kuat, mempunyai keyakinan untuk visi memiliki bank besar di negeri itu memang bisa diwujudkan. Jika tidak memiliki kesamaan visi akan sulit sekali untuk pemerintah,” tutup Sigit.
http://swa.co.id. 2014.




SINOPSIS ATAU REVIEW BUKU



Judul : Mimpi Punya Bank Besar
Penulis : Sigit Pramono
Editor : Baso Amir, Nurcholis MA Basyari, Eko B Supriyanto
Penerbit: Red & White Publishing
Cetakan : I – 2014
Tebal : 276 Halaman

Mimpi Indonesia mampu memiliki bank yang besar dan bisa sejajar bank-bank terbesar di ASEAN dan bahkan dunia tentu bukan hanya dimiliki oleh bankir senior Sigit Pramono yang telah malang melintang di bisnis perbankan selama lebih 30 tahun. Lewat bukunya yang berjudul Mimpi Punya Bank Besar, Ketua Umum Perbanas itu mampu memberikan argumentasi dan analisis lengkap dan sangat mudah dipahami bahkan oleh mereka yang bukan berasal dari kalangan perbankan.

Mantan Dirut Bank BNI yang kini salah satu Komisaris BCA itu memberikan landasan historis dan idiil bagi gagasan dan pemikirannya sehingga kita tak hanya dijejali teknis perbankan dan makroekonomi tapi juga semangat menjadikan Indonesia lebih hebat dan lebih baik di masa depan.

Perkembangan industri perbankan sangatlah pesat. Tahun 2004, ketika pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla mulai berkiprah, angka Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan baru mencapai 48,13 persen. Sekarang LDR sudah mencapai lebih 90 persen. Tapi pertumbuhan sektor perbankan relatif kecil karena tidak ditunjang peningkatan modal dan dana pihak ketiga secara signifikan.

Akibatnya peran perbankan dalam penyaluran kredit relatif terbatas. Kita kalah jauh dengan Singapura, negara kecil berpenduduk 5,5 juta. Bank terbesar di Singapura, DBS Group Holdings memiliki aset sekitar Rp 3.774 triliun atau tiga perempat dari seluruh aset perbankan di Indonesia sebesar Rp 5.278 Triliun.

Lalu bagaimana mewujudkan mimpi itu? Dan apa kendala-kendala yang bakal dihadapi?
Yang paling kongkret segera melaksanakan dua rencana megamerger perbankan. Pertama menggabungkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) seluruh Indonesia menjadi Bank Pembangunan Indonesia yang didirikan pemerintah pusat.

Pemerintah daerah bertindak sebagai pemegang saham. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah tak boleh lagi intervensi dan menempatkan pejabat pemerintah menjadi pengurus.

Delapan Bab

Megamerger kedua menggabungkan Bank Mandiri dengan Bank BNI dan kemudian BTN diakuisisi oleh hasil penggabungan bank tersebut menjadi anak perusahaan bank induk dan tetap fokus ke pembiayaan perumahan rakyat.
Setelah megamerger dilakukan barulah Indonesia akan mempunyai bank komersial kuat dan mampu menjadi pemain besar dan tangguh di ASEAN. Bukan hanya itu kita juga akan mewujudkan kemandirian ekonomi. Sekarang yang terjadi, tanpa disadari, sektor keuangan lebih banyak dikuasai bank asing atau bank nasional yang kepemilikannya dikuasai asing.

Namun mimpi itu tak mudah diwujudkan. Para penentangnya mereka yang terancam kepentingannya. Bayangkan berapa posisi direksi hilang, berapa kursi komisaris harus ditinggalkan.

Berapa banyak pejabat yang kehilangan ”kekuasaan” dan akses pendanaan kalau tak lagi bisa mencampuri manajemen bank.

Dibutuhkan political will yang kuat dari presiden dan pemerintah didukung DPR untuk mewujudkan mimpi itu. Pengalaman merger masa lalu yang melahirkan Bank Mandiri bisa dijadikan contoh bahwa kita mampu melakukan itu. Hanya saja ada situasi mendesak yakni krisis perbankan tahun 1997-1998 yang memaksa dilakukannya merger tanpa menimbulkan gejolak apapun.

Tanpa landasan idiil dan pemikiran visioner untuk membangun bangsa yang besar, setiap gagasan untuk menggabungkan bank-bank BUMN selalu menuai kritik dan perlawanan banyak pihak.

Buku ini terdiri dari delapan bab dan ditutup kesimpulan. Kedelapan bab itu membahas secara lengkap persoalan perbankan mulai dari sejarah perbankan di Indonesia dari zaman kolonial hingga kini (Bab I) sampai tentang konsolidasi perbankan nasional dan peningkatan daya saing (bab VIII).

Di bagian kesimpulan digambarkan secara ringkas tentang konsolidasi perbankan agar terwujud mimpi Indonesia memiliki bank besar dengan asset sekitar Rp 5.000 Triliun.



Dengan sistematika sangat baik, analisis kongkret dan komprehensif buku ini bisa dijadikan semacam roadmap untuk membangun industri perbankan ke depan dan bisa dijadikan masukan bagi pemerintah khususnya regulator keuangan. (Sasongko Tedjo-92)

Sumber; 
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/mimpi-besar-bankir-senior/

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !