Dalam peluncuran buku
Sigit Pramono yang berjudul “Mimpi Punya Bank Besar”, Sigit menyiapkan tujuh
skenario besar konsolidasi perbankan nasional agar mampu bersaing di pasar
regional Asia Tenggara bahkan hingga tingkat global. Rencana ini bentuk
antisipasi keadaan ketika kue ekonomi Indonesia semakin besar, saat PDB
Indonesia tumbuh mencapai US$7.700 miliar pada 2030, yang akan menikmati bukan
bank-bank nasional, melainkan bank-bank asing.
“Kalau nanti produk
domestik, bruto kita mencapai m3ncapai 10 atau 7 besar di dunia, kalau tidak
bank ikut besar, tidak ikut kuat modalnya, nanti yang melakukan kredit
melakukan pelayanan perbankan, itu bank-bank asing. Dan yang paling siap masuk
Indonesia adalah bank-bank dari Malaysia dan Singapura, karena mereka memahami
betul pasar kita,” ucap Sigit.
Langkah pertama yang
diajukan adalah pendirian Bank Pembangunan Indonesia (BPI) yang khusus
membiayai proyek-proyek infrastruktur dan investasi jangka panjang lainnya.
Proyek semacam ini, karena struktur dana pihak ketiga yang dihimpunnya, tidak
dimintai oleh bank-bank umum (bank komersial). Pembangunan infrastruktur dan
investasi jangka panjang yang sangat dibutuhkan untuk mempercepat pencapaian
Indonesia keluar dari zona negara berpendapatan menengah. Pembiayaan rencana
ini dapat bersal dari APBN yang disisihkan dari penghematan subsidi bahan bakar
minyak (BBM) dengan alokasi dana sebesar Rp100 triliun.
Langkah kedua, penyiapan
rencana merger bank pembangunan daerah (BPD) milik pemerintah provinsi di
seluruh Indonesia dengan BPI. Langkah kedua ini, dilanjutkan dengan langkah
ketiga yaitu penyiapan megamerger Bank Mandiri dengan BNI menjadi BNI Mandiri.
Bank hasil penggabungan tersebut kemudian mengakuisisi BTN dan menjadikannya
sebagai anak perusahaan BNI Mandiri yang tetap fokus pada pembiayaan perumahan
rakyat. Jalan ini, diiringi dengan penyerahan semua portofolio kredit perumahan
dari BNI dan Bank Mandiri ke BTN.
“Sebenarnya konsolidasi
itu penting untuk memperkuat modal, karena modal itu yang akan menentukan dia
bisa kasih kredit berapa yang nanti menentukan dia bisa punya aset berapa.
Keputusan merger atau tidakmerger bukan di level kita, lebih ke pemerintahnya. Kalau
pemerintahnya ok, kita siap, tetap kalau pemerintannya tidak, kita akan cari
alternatif lain,” ucap Budi G. Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri,
menambahkan.
Langkah keempat, BRI
dikembalikan ke khittahnya sebagai bank rakyat, dengan cara refokus BRI menjadi
bank UMKM dan bank yang mendukung pembangunan sektor pertanian dan perikanan.
Semua portofolia kredit korporasi diserahkan atau dijual ke BNI Mandiri.
Sebaliknya, portofolio kredit UMKM BNI Mandiri diserahkan atau dijual ke BRI.
Langkah kelima penguatan
permodalan dan tata kelola bank-bank komersial swasta nasional, bank komersial
menengah dan bank khusus kecil. Bank khusus kecil seperti bank perkreditan
rakyat (BPR), lembaga keunagan mikro (LKM), koperasi, baitul mal watanwil (BMT)
diarahkan menjadi community bank. Dalam konteks penataan ini, bank asing
diformulasikan kembali posisi, peran, dan kontribusinya untuk pembanguan
perekonomian Indonesia.
Langkah keenam,
penggabungan bank-bank syariah BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia.
Selanjutnya, BSI menjadi anak perusahaan BNI Mandiri atau menjadi anak usaha
perusahaan induk (super holding company) yang senagaj dibentuk sebagai
perusahaan induk bank dan BUMN keuangan lainnya.
Langkah ketujuh adalah
transformasi kementerian BUMN di mana penempatan bank-bank BUMN agar sebaiknya
tidak berada kendali suatu kementerian seperti yang terjadi selama ini.
Bank-Bank BUMN itu sebaiknya dikelola di bawah payung perusahaan induk
keunagan. Perusahaan induk ini dapat diadakan dengan membentuk perusahaan baru
atau menunjuk salah satu bank BUMN sebagai perusahaan induk.
“Memang yang pertama,
mencapai sesuatu impian atau cita-cita yang besar, diperlukan suaha yang besar.
Pertama, pemerintah harus mempunyai tekad yang kuat, mempunyai keyakinan untuk
visi memiliki bank besar di negeri itu memang bisa diwujudkan. Jika tidak
memiliki kesamaan visi akan sulit sekali untuk pemerintah,” tutup Sigit.
Sumber: Destiwati Sitanggang
http://swa.co.id. 2014.
SINOPSIS ATAU REVIEW BUKU
Lalu bagaimana mewujudkan mimpi itu? Dan apa kendala-kendala yang bakal dihadapi?
Berapa banyak pejabat yang kehilangan ”kekuasaan” dan akses pendanaan kalau tak lagi bisa mencampuri manajemen bank.
SINOPSIS ATAU REVIEW BUKU
Judul :
Mimpi Punya Bank Besar
Penulis : Sigit Pramono
Editor : Baso Amir, Nurcholis MA Basyari, Eko B Supriyanto
Penerbit: Red & White Publishing
Cetakan : I – 2014
Tebal : 276 Halaman
Penulis : Sigit Pramono
Editor : Baso Amir, Nurcholis MA Basyari, Eko B Supriyanto
Penerbit: Red & White Publishing
Cetakan : I – 2014
Tebal : 276 Halaman
Mimpi
Indonesia mampu memiliki bank yang besar dan bisa sejajar bank-bank terbesar di
ASEAN dan bahkan dunia tentu bukan hanya dimiliki oleh bankir senior Sigit
Pramono yang telah malang melintang di bisnis perbankan selama lebih 30 tahun.
Lewat bukunya yang berjudul Mimpi Punya Bank Besar, Ketua Umum Perbanas itu
mampu memberikan argumentasi dan analisis lengkap dan sangat mudah dipahami
bahkan oleh mereka yang bukan berasal dari kalangan perbankan.
Mantan Dirut
Bank BNI yang kini salah satu Komisaris BCA itu memberikan landasan historis
dan idiil bagi gagasan dan pemikirannya sehingga kita tak hanya dijejali teknis
perbankan dan makroekonomi tapi juga semangat menjadikan Indonesia lebih hebat
dan lebih baik di masa depan.
Perkembangan
industri perbankan sangatlah pesat. Tahun 2004, ketika pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla mulai berkiprah, angka Loan to Deposit Ratio
(LDR) perbankan baru mencapai 48,13 persen. Sekarang LDR sudah mencapai lebih
90 persen. Tapi pertumbuhan sektor perbankan relatif kecil karena tidak
ditunjang peningkatan modal dan dana pihak ketiga secara signifikan.
Akibatnya
peran perbankan dalam penyaluran kredit relatif terbatas. Kita kalah jauh
dengan Singapura, negara kecil berpenduduk 5,5 juta. Bank terbesar di
Singapura, DBS Group Holdings memiliki aset sekitar Rp 3.774 triliun atau tiga
perempat dari seluruh aset perbankan di Indonesia sebesar Rp 5.278 Triliun.
Lalu bagaimana mewujudkan mimpi itu? Dan apa kendala-kendala yang bakal dihadapi?
Yang paling
kongkret segera melaksanakan dua rencana megamerger perbankan. Pertama
menggabungkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) seluruh Indonesia menjadi Bank
Pembangunan Indonesia yang didirikan pemerintah pusat.
Pemerintah daerah
bertindak sebagai pemegang saham. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah tak
boleh lagi intervensi dan menempatkan pejabat pemerintah menjadi pengurus.
Delapan Bab
Megamerger
kedua menggabungkan Bank Mandiri dengan Bank BNI dan kemudian BTN diakuisisi
oleh hasil penggabungan bank tersebut menjadi anak perusahaan bank induk dan
tetap fokus ke pembiayaan perumahan rakyat.
Setelah
megamerger dilakukan barulah Indonesia akan mempunyai bank komersial kuat dan
mampu menjadi pemain besar dan tangguh di ASEAN. Bukan hanya itu kita juga akan
mewujudkan kemandirian ekonomi. Sekarang yang terjadi, tanpa disadari, sektor
keuangan lebih banyak dikuasai bank asing atau bank nasional yang
kepemilikannya dikuasai asing.
Namun mimpi
itu tak mudah diwujudkan. Para penentangnya mereka yang terancam
kepentingannya. Bayangkan berapa posisi direksi hilang, berapa kursi komisaris
harus ditinggalkan.
Berapa banyak pejabat yang kehilangan ”kekuasaan” dan akses pendanaan kalau tak lagi bisa mencampuri manajemen bank.
Dibutuhkan political
will yang kuat dari presiden dan pemerintah didukung DPR untuk mewujudkan mimpi
itu. Pengalaman merger masa lalu yang melahirkan Bank Mandiri bisa dijadikan
contoh bahwa kita mampu melakukan itu. Hanya saja ada situasi mendesak yakni
krisis perbankan tahun 1997-1998 yang memaksa dilakukannya merger tanpa
menimbulkan gejolak apapun.
Tanpa
landasan idiil dan pemikiran visioner untuk membangun bangsa yang besar, setiap
gagasan untuk menggabungkan bank-bank BUMN selalu menuai kritik dan perlawanan
banyak pihak.
Buku ini
terdiri dari delapan bab dan ditutup kesimpulan. Kedelapan bab itu membahas
secara lengkap persoalan perbankan mulai dari sejarah perbankan di Indonesia
dari zaman kolonial hingga kini (Bab I) sampai tentang konsolidasi perbankan
nasional dan peningkatan daya saing (bab VIII).
Di bagian
kesimpulan digambarkan secara ringkas tentang konsolidasi perbankan agar
terwujud mimpi Indonesia memiliki bank besar dengan asset sekitar Rp 5.000
Triliun.
Dengan
sistematika sangat baik, analisis kongkret dan komprehensif buku ini bisa
dijadikan semacam roadmap untuk membangun industri perbankan ke depan dan bisa
dijadikan masukan bagi pemerintah khususnya regulator keuangan. (Sasongko
Tedjo-92)
Sumber;
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/mimpi-besar-bankir-senior/
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !