Kamis, 25 Februari 2016

Pemerintah Harus Realistis Tak Memaksakan Diri Swasembada Sapi


http://isam.co.id/wp-content/uploads/2013/01/23-2x-820x500.jpg Pemerintah selalu menghadapi persoalan klasik yang tak junjung selesai, yakni persoalan gejolak harga daging sapi. Padahal selama ini masyarakat terus menanti langkah serius pemerintah meredam gejolak harga daging sapi.


Menyikapi persoalan ini, Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, Sarman Simanjorang menilai pemerintah harus realistis akan susahnya swasembada sapi karena persoalan penanganan industri sapi butuh waktu panjang dan membutuhkan perbaikan regulasi.

”Jangan dipaksakan swasembada jika tak mampu. Selama ini negara kita terbebas dari PMK. Jika tetap impor dari India, maka akan mengancam Indonesia terjangkit PMK. Ini juga bisa menjalar ke produk turunannya,” ujarnya dalam acara Forum Dialog HIPMI Sesi ke-35 dengan tema "Mau dibawa kemana industri sapi dan daging sapi Indonesia?" di Menara Bidakara, Jakarta, Rabu (24/2/2016).

Jika tetap memaksakan impor dari India, setidaknya bisa dimulai dari impor daging beku dahulu agar lebih aman. “Apabila impor dari Australia masih aman, kenapa cari yang lain?,” Kata Sarman.

Lebih dari itu, ia juga menyarankan agar pembatasan ijin impor diperpanjang dengan periode waktu yang lama.

“Kalau bisa ijinnya jangan terlalu pendek waktunya agar kepastian usaha dan ketersediaan tercukupi. Pemotongan sapi ada aturannya, jika tak sesuai standar proses penggemukan sapi, maka tak boleh di potong dulu,” ungkapnya.

Kepala BPS Dr. Suryamin M.sc menjelaskan bahwa peternak sapi Indonesia justru didominasi oleh peternak yang mempunyai jumlah sapi paling sedikit, yakni satu sampai dua ekor dengan prosentase sebesar 66,34 persen. Sebaliknya untuk jumlah sapi yang lebih dari sepuluh ekor justru hanya sebesar 4,83 persen. Sedangkan sisanya sebesar 28,83 persen dengan jumlah sapi tiga sampai sembilan ekor.

Ia menjelaskan ada hal yang bahaya dari industri sapi, terlebih keadaan industri sapi lokal. Jika kondisi harga dianggap terlalu tinggi, maka sapi lokal betina biasanya turut dipotong juga. Seharusnya yang dipotong yang jantan. Satu sisi petani merasa diuntungkan, tetapi populasi kian menurun.

Ketua Dewan Daging Sapi Nasional, Dr. drh. Soehadji turut menyayangkan sikap pemerintah yang membuka keran sapi dari India karena kekhawatiran ancaman PMK yang riwayatnya dikenal sebagai negara yang terjangkit dari PMK.

“Saya heran kenapa pemerintah mengimpor dari India. Padahal negara tersebut selama ini masih diragukan bebas dari PMK. Ini justru bisa memunculkan potensi terjangkitnya Indonesia dari PMK. Yang jelas kita sulit terlepas dari impor, sapi lokal terlantarkan dibiarkan. Padahal potensi sangat banyak, pemerintah tak serius kembangkan sapi lokal,” kata Soehadji.

Suhadji mengaku sulit mengindari impor, tetapi hal yang realistis ialah sebaiknya Indonesia menganut konsep asas kemandirian secara bertahap agar efektif mengurangi ketergantungan impor. Jadi, ternak sapi setidaknya harus terstruktur, terukur, dan berkelanjutan sesuai asas kecukupan pasar.

Mahfud Effendi

Terpublikasi, http://www.bisnispost.com/peluang-bisnis/agribisnis/2016/02/24/pemerintah-harus-realistis-tak-memaksakan-diri-swasembada-sapi

Pict:http://isam.co.id/wp-content/uploads/2013/01/23-2x-820x500.jpg

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !