Oleh:
Mahfud
Effendi (115020407111029)
ABSTRAK
Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis sebagai alat pembangunan ekonomi nasional, oleh karena
selain berperan dalam pertumbuhan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja atau
mengurangi pengangguran. Dalam krisis ekonomi
yang terjadi di Indonesia sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak
usaha berskala besar yang mengalami keadaan
berhenti aktifitasnya, sektor UMKM terbukti lebih tangguh dalam
menghadapi krisis tersebut. Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatian yang
baik dari pemerintah maupun masyarakat. Kebijakan pemerintah kedepan perlu
diupayakan yang lebih mendukung bagi perkembangan
UMKM. Pemerintah hendaknya meningkatkan fungsinya dalam memberdayakan UMKM
disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara
pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusianya (SDM).
Potensi UMKM
di Indonesia sangat
besar mengingat jumlahnya di
Indonesia diperkirakan sekitar 99,8 persen dan mampu menyerap 99.6 persen
tenaga kerja. (BPS, 2002). Berdasarkan
data-data tersebut menunjukkan
besarnya peranan usaha
kecil dalam menyediakan
lapangan kerja dan
kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja.
Dapat dikatakan pula
bahwa UMKM mempunyai peranan yang besar terhadap
keberlangsungan ekonomi Indonesia pada saat krisis dan setelah krisis ekonomi.
Dengan
demikian hal ini dilatarbelakangi oleh
kenyataan yang ada bahwa angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi,
Padahal jumlah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dapat membantu dalam
pengentasan angka kemiskinan sudah cukup banyak. Hal ini membuat penulis
tertarik untuk menganalisis hubungan antara LKM dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Faktor nasabah berpengaruh negatif terhadap efektifitas pelayanan, karena LKM
yang hanya mengejar banyaknya nasabah akan menjadi usaha yang kontra-produktif
terhadap keberhasilan pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Untuk mewujudkan
hal tersebut, terdapat beberapa yang bisa direkomendasikan, yakni
memperkuat aspek kelembagaan
LKM, dan komitmen yang tangguh
pada pengembangan UKM yang berhubungan dengan LKM, sehingga
akhirnya upaya untuk memutus pengentasan
kemiskinan dan pengangguran dapat
dilakukan dengan cara yang produktif.
Kata kunci; lembaga
keuangan mikro, usaha kecil, mikro dan menengah
I.
Pendahuluan
1.1
Latar belakang
Adanya
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak pernah lepas dari Perkembangan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM). Fungsi UMKM dapat dikatakan sebagai ketahanan di
dalam proses pemulihan ekonomi bangsa dalam mencapai pertumbuhan perekonomian
maupun dalam penyerapan tenaga kerja.
Menurut
Bank Indonesia, pengelompokan usaha mikro didasarkan pada kriteria bahwa
usahanya mempunyai kekayaan bersih lebih kecil dari Rp. 500 juta atau hasil
penjualan pertahun lebih kecil dari Rp. 300 juta. Pada tahun 2010 kelompok
usaha mikro ini berjumlah 52,2 juta atau 98,88% dari seluruh pengusaha dan hanya memberi sumbangan ke PDB
sebesar 33,08%. Kemampuan UMKM dalam kurun waktu beberapa tahun ini
memperlihatkan adanya pertumbuhan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS)memperlihatkan produk domestic bruto (PDB) terjadi pada tahun 2003 mencapai nilai Rp 1.013,5 triliun. Total unit
umkm pada tahun 2003 Mencapai Rp 42,4 juta, sedangkan
keseluruhan tenaga kerja yang bekerja di sector UMKM sejumlah 79,0 juta pekerja.
Peningkatan PDB UMKM periode 2000 - 2003 terlihat lebih tinggi daripada jumlah
PDB, dengan pertumbuhan yang lebih besar. PDB
Triwulan IV-2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibanding PDB Triwulan IV-2010 PDB
Triwulan IV-2011 menurun sebesar 1,3 persen dibanding PDB Triwulan III-2011
(Secara kumulatif, pertumbuhan PDB Indonesia hingga Triwulan IV-2011
dibandingkan periode yang sama tahun 2010 tumbuh 6,5 persen. (BPS) . "UMKM
sektor pertanian menyumbang 27,45 persen terhadap PDB sedangkan UKM perdagangan
mencatat 24,16 persen di 2009," " ujar Deputi Bidang Statistik
Produksi BPS Subagio Dwijosumono (www.kompas.com).
Pertumbuhan pada UMKM seperti itu
memperlihatkan bahwa ada suatu potensi yang bagus terhadap sector domestic. Jika
hal ini bisa diperhatikan dan dikelola dengan baik pasti nantinya akan
tercipta UMKM yang tangguh. Selain itu,
UMKM juga perlu diperhatikan karena
masih ada permasalahan yang mendasar umumnya, yaitu sulitnya jalan masuk UMKM,
lemahnya pengelolaan dan pengembangan, serta sulitnya jalan masuk ke lembaga-
lembaga pembiayaan dari pembiayaan
khususnya dari suatu perbankan. Susahnya mancari jalan masuk atau akses ke
tempat lembaga pembiayaan yang dirasakan oleh para pelaku UMKM umumnya dari lembaga keuangan perbankan, maka
dari itu mereka mencari jalan alternatif pada suatu lembaga- lembaga non bank
atau informal. Jenis lembaga-lembaga ini
banyak macamnya mulai dari pemberian dana oleh pemberi modal (rentenir) sampai
berkembang dengan bentuk yang lainnya.
Dalam prosesnya, ternyata
lembaga-lembaga keuangan non bank atau informal ini lebih tepat sasaran pada
pelaku UMKM karena sifat persyaratannya yang tidak terlalu susah atau rumit,
seperti pada perbankan. Dalam hal ini memperlihatkan suatu petunjuk karena
pentingnya keberadaan lembaga-lembaga tersebut. Para pelaku UMKM sendiri
mempunyai kebutuhan akan hal itu yang pada umumnya membutuhkan pembiayaan yang
tidak terlalu besar. Adanya lembaga-lembaga keuangan tersebut bisa disebut
Lembaga Keuangan Mikro.
Adanya
LKM yang seharusnya penting sebagai penopang perekonomian suatu bangsa ternyata
belum jelas tempatnya. Berbeda pada perbnkan, seperti lembaga asuransi, dan
yang lainnya. LKM mempunyai sisi kontribusi yang lebih terhadap oleh pelaku
UMKM yang fungsinya dalam perekonomian khususnya PDM sangat besar atau
berpengaruh. Usaha nyata dalam mengurangi suatu tingkat kemiskinan lebih
mengutamakan macam-macam transaksi dalam bentuk subsidi atau keringanan. Itulah
yang dilakukan oleh pemerintah sementara ini, sesungguhnya dalam pengentasan
kemiskinan yang bisa dilakukan ialah dengan cara memberikan atau membuka jalan
yang luas kepada masyarakat yang kurang mampu atau miskin menjadi masyarakat
yang lebih produktif. Jadi, sebisa mungkin member cara atau jalan alternatif
yang baik, sehingga LKM sebagai salah satu cara penguatan keuangan bangsa dan
kemiskinan dapat berkurang.
Kemiskinan dapat dipahami sebagai pendapatan perkapita rumah
tangga yang masih dibawah garis kemiskinan. Usaha konkret dalam pengentasan
kemiskinan dan pengangguran dilakukan dengan cara peningkatan pendapatan
keluarga agar melebihi garis kemiskinan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa
pemberian modal kepada rumah tangga miskin membawa pengaruh terhadap
peningkatan pendapatan rumah tangga, sehingga diperlukan upaya agar ada lembaga
keuangan yang bisa menyediakan akses permodalan atau pembiayaan. Dalam konteks
seperti ini, LKM dapat berperan dalam menyediakan akses permodalan kepada kaum
miskin sehingga pengembangan jaringan lembaga keuangan mikro perlu
disebarluaskan sebagai bagian dari program pengentasan kemiskinan dan
pengangguran.
1.2
Rumusan Masalah
Situasi
dan kondisi seperti di atas jika berjalan lancer maka akan berdampak langsung
atau pun tidak langsung akan berpengaruh terhadap usaha atau upaya untuk
mengurangi tingkat kemiskinan.
1)
Bagaimana agar LKM semakin besar atau
justru LKM menjadi salah satu cara atau penguat keuangan bangsa?
2)
Bagaimana mengembangkan fungsi LKM yang
bisa dikembangkan dan berproses menjadi salah satu cara atau penguat system
keuangan bangsa ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
yang diharapkan dalam tulisan ini, yaitu:
1)
Untuk mengetahui atau menganalisis
fungsi LKM sebagai lembaga pembiayaan UKM
2)
Untuk mengetahui potensi LKM dan
permasalahan yang ada bisa dikembangkan dan berproses menjadi salah satu cara
atau penguat system keuangan bangsa.
1.4
Metodologi
Data
yang penulis pakai ialah bersumber dari data BPS, Bank Indonesia, kementerian
koperasi dan UKM, serta dari sumber-sumber yang lainnya. Kepustakaan penulis
dapatkan dari buku teks dan internet.
II.
Kerangka
Teori dan Hipotesis
2.1 Hubungan LKM dengan kemiskinan dan
pengangguran
LKM mempunyai peranan sebagai akses
kegiatan terhadap suatu perekonomian. Kegiatan perekonomian di sini lebih
menunjukkan bahwa usaha kecilpun jika bisa memanfaatkan LKM dengn baik, maka akan memberikan nilai
lebih dalam upaya meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat agar menjadi
masyarakat yang produktif.
Upaya dalam mengurangi tingkat
kemiskinan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Upaya- upaya yang bisa
dilakukan, seperti program kesehatan, pendidikan, pangan, maupun upaya
produktif yang lainnya misalnya dengan pinjamin kredit mikro. kaitan antara
pemberdayaan kredit mikro
dengan upaya pengentasan
kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah bagi orang yang akan menjadi
pengusaha pemula. Jika pengusaha pemula ini tumbuh dan berkembang akan
terentaskan karena menjadi
pengusaha atau karena
semakin banyaknya pengusaha mikro (Krisna Wijaya: 2005).
2.2 Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga Keuangan
Mikro/Lembaga Keuangan Non-Bank (LKM/LKNB) adalah lembaga
keuangan yang berstatus badan hukum sebagai penanggung jawab pemberian stimulan
untuk perumahan swadaya untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah, antara lain Koperasi, Koperasi
Syariah, dan Pegadaian(http://www.wikiapbn.org).
LKM adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises) (ADB Online). Atau secara sederhana disebut sebagai lembaga yang biasanya memberikan layanan kredit kepada kelompok/usaha berpendapatan kecil/mikro (Holloh, 2001: 2). Kredit mikro bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan akses layanan keuangan dari LKM (Holloh, 2001:17).
LKM adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises) (ADB Online). Atau secara sederhana disebut sebagai lembaga yang biasanya memberikan layanan kredit kepada kelompok/usaha berpendapatan kecil/mikro (Holloh, 2001: 2). Kredit mikro bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan akses layanan keuangan dari LKM (Holloh, 2001:17).
Secara
garis besar, LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM bank dan nonbank, berikut ini
:
1.
Bank
-
BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang
pembantu BRI
-
BPR,
berupa bank-bank mikro
yang tunduk pada
Undang-Undang Perbankan serta
peraturan non-bank
2. Non-bank
-
Keluargaa LKM nonbank yang besar (LDP di
Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di Jawa
dan Madura, BMT dan BK3D)
-
Keluarga LKM nonbank yang kecil, dengan
simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil
-
Berbagai
program keuangaan mikro,
NGO, dan ratusan
ribu asosiasi tidak
resmi, KSM, dan lain-lain
Tahun 2005 dicanangkan sebagai Tahun
Keuangan Mikro. Indonesia adalah negara yang memiliki variasi terbesar dalam
pengembangan model keuangan mikro di masyarakatnya sehingga dijadikan
laboratorim dunia untuk keuangan mikro. Model LKM dibagi menjadi dua kategori,
yakni lembaga yang berwujud bank dan non bank. LKM bank terdiri dari BRI Unit
Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa) sedangkan non bank terdiri dari koperasi
simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan
(LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan,
pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat
(KSM), dan credit union (Wiyono, 2005:91).
III. Analisa perkembangan LKM
dan UMKM dalam mengurangi tingkat tingkat
kemiskinan
Keberadaan
LKM di Indonesia muncul karena diimbangi dengan pesatnya kegiatan UMKM, tetapi
di sisi lain dihadapkan pada akses sumber-sumber lembaga pembiayaan keuangan
perbankan. Proses yang akan dibahas ialah mengenai perkembangan UMKM, asal mula
UMKM mendapatkan permodalan, potensi dan permasalahan kedepannya.
3.1 Proses Berkembangnya UMKM
Berdasarkan Data
BPS tahun 2005,
kondisi UKM periode
2001 sampai 2004 menunjukkan perkembangan
positif. Selama periode
ini, kontribusi UKM
terhadap produk domestik bruto rata-rata mencapai 56,04 persen. Secara
sektoral aktivitas UKM ini mendominasi sektor pertanian, bangunan, perdagangan,
hotel dan restoran. Sektor-sektor ini merupakan sektor yang paling banyak
menyerap tenaga kerja.
3.2 Perkembangan LKM dan Permasalahannya
-
Perkembangan
UMKM
Perkembangan
jumlah UMKM selama periode 2003 sampai dengan 2005 menunjukkan pertumbuhan
rata-rata 5,41% atau tumbuh 1,15 juta unit setiap tahunnya, yakni dari 42,40
juta unit (2003) menjadi 43,71 juta unit (2004) dan terus
meningkat menjadi
sekitar 44.69 juta unit pada tahun 2005. Sekalipun pertumbuhan rata-rata Usaha
Mikro dan Kecil (UMK) yakni 5,41 % sedikit lebih kecil disbanding pertumbuhan
rata-rata Usaha Menengah yang mencapai 6,64% dan pertumbuhan Usaha Besar
sekitar 7,11%, namun
secara
kuantitatif Usaha Mikro dan Kecil sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi
masyarakat banyak karena jumlahnya merupakan 99,9 persen dari keseluruhan
(Tabel 1).
-
Lapangan
Kerja UMKM
Usaha
mikro, kecil, dan menengah memberikan lapangan kerja bagi 99,45% tenaga kerja
di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada
masa mendatang. Selama periode 2003–2005, UMKM mampu menciptakan lapangan kerja
bagi 781 ribu orang, dimana usaha mikro dan kecil telah mampu menyerap sebanyak
665 ribu orang pencari kerja dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja
baru sebanyak 126 ribu orang. Pada sisi lain, usaha besar justru mengurangi
jumlah pekerja sebanyak 28 ribu orang selama periode 2003–2005 (tabel 2).
-
Permasalahan
UMKM
- Rendahnya
Produktivitas
Perkembangan
kinerja UMKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan
peningkatan kualitas UMKM yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah
yang masih di- hadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan
kesenjangan yang sangat lebar antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar.
- Terbatasnya
Akses UMKM Kepada Sumberdaya Produktif
UMKM
memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif, terutama permodalan,
teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga
keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit
investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan
kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Perbankan
menerapkan persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah
jaminan meskipun usahanya layak. Di
samping itu, perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih
memandang UMKM sebagai kegiatan usaha yang berisiko tinggi.
- Tertinggalnya
Kinerja Koperasi dan Kurang Baiknya
Cira Koperasi
Kurangnya
pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur
kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang
unik atau khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya
informasi tentang praktik-praktik berkoperasi yang baik (best practices) telah
menimbulkan berbagai permasalahan mendasar, yang menjadi kendala bagi kemajuan
perkoperasian di Indonesia, yakni :
a.
Koperasi yang didirikan tanpa didasari
dengan adanya kebutuhan/ kepen- tingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan
dari para anggota, sehingga kehilangan jatidirinya sebagai koperasi sejati yang
otonom dan swadaya atau mandiri
b.
Koperasi yang tidak dikelola secara
profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi modern sebagaimana
layaknya sebuah badan usaha
c.
Masih terdapat kebijakan regulasi yang
kurang mendukung kemajuan koperasi
d.
Koperasi masih sering dijadikan oleh
segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu
sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang tidak
sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang
bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi.
- Kurang
Kondusifnya Iklim Usaha
Koperasi
dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait
dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah: (a)
ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan
besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai
pungutan tidak resmi; (b) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat;
dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan
UMKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat
tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum
menunjukkan kemajuan yang merata. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu
menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka memperoleh daya jangkau
hasil dan manfaat yang semaksimal
mungkin, mengingat besarnya jumlah, keaneka- ragaman usaha, dan tersebarnya
UMKM.
Tabel
3. Permasalahan lainnya dan factor-faktor yang mempengaruhi;
Menurut
salam (2002), kendala-kendala pada LKM disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal
1. Faktor internal
a.
Permodalan dan sumber pendanaan
Modal
yang dimiliki lkm umumnya relatif kecil dan kesulitan akses modal ke perbankan
atau sumber-sumber lainnya.
b.
Sumber daya manusia
Sebuah
LKM rata-rata mempunyai sdm yang rendah produktifitasm, kurangnya standar
sistem rekruitmen, pelatihan, dll. hal demikian yang menyebabkan lkm tidak
mampu bersaing dengan lembaga keuangan lainnya.
c.
Inovasi pemasaran
Kurangnya
pengembangan produk-produk yang baru yang mampu meningkatkan daya saing dengan
lembaga keuangan berskala besar dan lainnya.
d.
Teknolofi informasi dan komunikasi
sebagaian
besar lkm belum mempunyai perangkat tik untuk mendukung operasionalnya.
2. Faktor eksternal
a.
Persaingan
Persaingan
yang dihadapi berasal sesama lkm dan bank umum yang lainnya.
b.
Tingkat kepercayaan
Pembekuan
kegiatan usaha, menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat menurun dan tidak
adanya lembaga penjaminan simpanan.
c.
Jaringan
Lemahnya
jaringan berarti bahwa jaringan ada namun tidak memberikan arti yang lebih baik
kepada anggota jaringannya.
d.
Kebijakan pemerintah
Perlunya
disusun suatu pengaturan yang mencakup seluruh jenis lkm yang ada saat ini.
e.
Pengawasan dan pembinaan
Belum
adanya standar yang baku lkm dan ada beberapa lkm yang belum memiliki lembaga
pengawas.
Jadi, berdasarkan uraian dan tabel 6 di atas, dapat dilihat adanya
benang merah antara permasalahan yang dialami oleh LKM
dengan UMKM. Bagi
UMKM, masalah akses
ke bank formal
yang terbatas dan
permodalan dapat diatasi oleh LKM dengan cara mengakses ke lembaga
keuangan internasional maupun bank formal. Sementara masalah
produksi, pembukuan, dan
pemasaran dapat diatasi
dengan pelatihan, dimana
peran LKM adalah sebagai
fasilitator. Disamping itu
beberapa LKM juga
mencoba mencarikan pasar
buat produknya. Sementara bagi
LKM, masalah kekurangan
tenaga pendamping dan
minimnya dana pendampingan dapat
diatasi dengan melakukan pelatihan terhadap LKM atau unsur lainnya.
Permasalahan yang dihadapi oleh LKM
terutama LKM bukan bank pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam hal-hal yang
bersifat internal dan eksternal. Yang bersifat internal meliputi keterbatasan
sumberdaya manusia, manajemen yang belum efektif sehingga kurang efisien serta
keterbatasan modal. Sementara faktor yang bersifat eksternal meliputi kemampuan
monitoring yang belum efektif, pengalaman yang lemah serta infrastruktur yang
kurang mendukung. Kondisi inilah yang mengakibatkan jangkauan pelayanan LKM
terhadap usaha mikro masih belum mampu menjangkau secara luas, sehingga
pengembangan LKM yang luas akan sangat penting perannya dalam membantu
investasi bagi usaha mikro dan kecil.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat LKM dapat dilakukan
melalui :
a. Perkuatan permodalan dan manajemen
lembaga keuangan masyarakat (KSP dan LKM)
b. Penggalangan dukungan dan fasilitasi
pembiayaan UMKM dengan lembaga keuangan
c. Penggalangan partisipasi berbagai
pihak dalam pembiayaan UMKM (Pemda, Laur Negeri, dll)
d. Optimalisasi pendayagunaan potensi
pembiayaan UMKM di daerah (Bagian Laba BUMN, Dana Bergulir, Yayasan, Bantuan
Luar Negeri)
e. Training bagi pengelola LKM, untuk
meningkatkan kapasitas pengelola LKM;
f. Perlu adanya lembaga penjamin untuk
menjamin kredit LKM dan tabungan nasabah LKM dan lain-lain.
Pengembangan KSP(Koperasi Simpan Pinjam) dan LKM kedepan
harus diarahkan untuk menjadikan KSP dan LKM sehat, kuat, merata dan mampu
menyediakan kebutuhan pembiayaan UMKM agar mampu menghadapi tantangan untuk
melaksanakan otonomi daerah. Pengendalian dan pembinaan/fasilitasi, serta
pengembangan kelembagaan (organisasi dan manajemen), meningkatkan kompetensi
dan profesionalisme pengelola KSP-LKM melalui diklat terus menerus sangat
diperlukan. Pengembangan kemampuan layanan bagi anggota, meningkatkan jumlah
produk keuangan yang didukung dengan pengembangan jejaring. Pengembangan
jejaring antara lain meliputi jejaring :
-
Antar
KSP/LKM, mendayagunakan lembaga simpan pinjam sekunder yang berperan mengatur
interlending diantara KSP dan LKM
-
Antara
KSP dan LKM dengan lembaga keuangan lain, meningkatkan akses untuk dana
pinjaman
Dalam memperkuat KSP ke depan paling tidak ada tiga langka
yang harus dilakukan : Pertama, harus dilakukan pemisahan koperasi
simpan pinjam dan tidak boleh dicampur/dilaksanakan sebagai bagian dari koperasi
serba usaha, terutama bila KSP sudah menjadi besar dan sangat dominan; Kedua,
harus segera diorganisir kedalam
kelompok-kelompok KSP sejenis untuk melaksanakan integrasi secara utuh,
sehingga peminjaman dan penyaluran dana antar KSP dapat terjadi dan berjalan
efektif; Ketiga, perlu dikembangkan sistem asuransi tabungan anggota,
asuransi resiko kredit serta lembaga keuangan pendukung lainnya. Disamping itu
mekanisme pengawasan yang baik dan efektif akan menjamin bekerjanya mekanisme
mobilisasi dana dan pemanfaatannya secara efektif.
Berbagai dukungan perkuatan seperti perkuatan permodalan
akan terus diupayakan, pengendalian (monitoring, evaluasi, pengawasan,
penilaian kesehatan) LKM juga akan terus dikembangkan, pengembangan pola dan
lembaga penjaminan lokal serta pengembangan biro kredit, informasi kinerja UMKM.
Arah Lembaga Keuangan Mikro ke Depan ;
o
Mengatasi
legal status agar jelas, diarahkan menjadi Bank, Koperasi atau LKM yang saat
ini sedang disiapkan RUU LKM
o
Pengawasan
lebih intensif untuk melindungi pihak ketiga (penabung);
o
Pengembangan
jaringan melalui penumbuhan lembaga keuangan sekunder, jaringan on line untuk peningkatan mutu
pelayanan kepada masyarakat lokal.
Dengan demikian pelayanan yang luas serta menjangkau lapisan
usaha mikro yang luas akan membawa pasar keuangan lebih bersaing, sehingga
ketergantungan usaha mikro terhadap pelepas uang dapat ditekan atau ditiadakan.
Pola pengembangan LKM juga harus memberikan pilihan yang luas bagi masyarakat
nasabah apakah melalui pola konvensional atau pola bagi hasil (pola syariah).
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sebagai model tertua LKM syariah saat ini telah
memiliki 3.000 unit dibawah pembinaan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK), serta model Baitul Tamwil Muhamadiyah (BTM), Koperasi Pondok
Pesantren, Koperasi Syirqoh Mu’awanah dan Lembaga Pengelolah Zakat yang
mengembangkan program ekonomi produktif bagi penerima zakat ini akan berkembang
dan tumbuh lebih banyak LKM karena sudah ada perlindungan hukum tetapi untuk
LKM binaan memerlukan perlindungan tersendiri.
3.3 Dampak adanya LKM dalam upaya
mengurangi tingkat kemiskinan
Bisa
kita ketahui bahwa kredit mikro bisa digunakan untuk membantu UMKM dalam
mengakses lembaga sumber pembiayaan dan karakteristik UMKM jika dilihat dari
segi pendapatan mendekati masyarakat golongan menengah ke bawah. Golongan
masyarakat ini umumnya berpenghasilan tetap. Adanya LKM yang bisa memenuhi
kebutuhan atau kesulitan tersebut ternyata sesuai terhadap perkembangan UMKM.
Meskipun kontribusi LKM masih kecil pada skala nasional, tetapi ada potensi
yang bagus untuk dimanfaatkan dalam memperluas fungsinya yang ditunjukkan bahwa
masih banyaknya jumlah UMKM yang belum memanfaatkan pintu pembiayaan dari LKM
dan susahnya akses permodalan atau pembiayaan dari lembaga formal, yakni perbankan.
Dari penjelasan sebelumnya mengenai Jumlah UMKM
ini tentu tidak
semuanya dimanfaatkan oleh
lembaga perbankan, tetapi
akan lebih banyak melalui LKM.
Selain jumlah pasar kredit mikro yang masih luas, potensi yang masih besar
bagi LKM adalah
karakterisitik dari LKM
itu sendiri. LKM
umumnya dalam penyaluran kreditnya menyesuaikan dengan kondisi
masyarakat setempat.
Jika solusi-solusi yang ada dijalankan dengan baik,
maka akan membawa efek yang sangat baik karena sentral terhadap perekonomian
bangsa. Berkembangnya proses UMKM akan meningkatkan produktifitas, mengurangi kemiskinan
dan pengangguran, serta akan menambah kesejahteraan para pelaku UMKM, serta
masyarakat.
3.4 Upaya Pemecahan Permasalahan
Berpedoman
melihat permasalahan LKM yang ada, maka upaya yang kongkret bisa dilaksanakan
untuk mengembangkan dan menjadikan LKM sebagai pilar dalam memperkuat keuangan
bangsa yang meliputi:
3.4.1
Memperkuat LKM
LKM
sendiri mengalami suatu kondisi bahwa belum terdapat ketentuan atau aturan yang
jelas mengatur adanya LKM. Meskipun begitu adanya lembaga ini sangat penting
karena secara hukum akan mendukung kegiatan operasional mereka, tetapi perlu
dihindari jika ada yang menghambat proses berkembangnya LKM. Pemerintah
seharusnya mengupayakan membuat Undang-Undang mengenai LKM, agar tujuan yang diinginkan bisa berhasil
tercapai dengan baik. Dalam segi lainnya, ialah banyak LKM-LKM yang menaruh
kepercayaan dari pihak ketiga yang umumnya secara personal.
3.4.2 Komitmen dalam Memperkuat LKM
Dalam proses
perkembangannya LKM ternyata mengikuti
perkembangan aktivitas kegiatan UMKM, apabila UMKM mendapatkan nilai
lebih, maka kebutuhan terhadap pembiayaan atau permodalan untuk UMKM semakin luas. Kemudian UMKM
semakin kuat dan turut andil yang tidak
terhindarkan jika mempunyai keinginan
kuat untuk memajukan UMKM. Sebelumnya telahdisinggung, bahwa masalah utama UMKM
, yaitu susahnya aksesUMKM ke
pasaran terhadap produk-produk atau jasa
yang dihasilkannya, lemahnya dalam mengembangkan unit-unit pelaku UMKM, dan
terbatasnya akses terhadap tempat
lembaga pembiayaan khususnya dari perbankan.
III.
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka bisa ditarik kesimpulan antara lain:
1.
Ternyata LKM bisa memberikan pembiayaan
atau permodalan kepada pelaku UMKM, walaupun tidak sebesar pembiayaan dari perbankan, sehinnga dapat menjadi
alternative dalam mendapatkan pembiayaan
mengingat pada umumnya pelaku UMKM kurang memanfaatkan peran lembaga
keuangan.
2.
Penciptaan iklim usaha dan investasi
yang kondusif dapat dilakukan melalui perbaikan tata kelembagaan UMKM dan
perumusan kebijakan UMKM dan implementasinya, perbaikan kerangka pengaturan
ditingkat nasional maupun daerah,
peningkatan akses UMKM dan stakeholder terkait akses informasi.
3.
Untuk menguatkandan mengembangkan arah
LKM yang maksimal sebagai salah satu
cara menguatkan keuangan bangsa dalam mengurangi tingkat kemiskinan
diperlukan rancangan Undang-Undang mengenai
LKM.
4.
LKM
di Indonesia menggelaja sebagai upaya untuk pemberdayaan ekonomi rakyat miskin.
Sektor informal sebagai tulang punggung perekonomian rakyat keberadaannya
selama ini didorong dan ditopang oleh LKM. Bahkan karena besarnya jumlah LKM,
Indonesia menjadi laboratorium dunia untuk bentuk-bentuk LKM. Kondisi ini
seharusnya ditanggapi dengan serius oleh pemerintah dengan membuat Kebijakan
yang mengatur LKM agar menjadi lebih kuat. Wujudnya dengan mengatur LKM tidak
menjadi satu dengan peraturan perbankan.
5. Memperluas atau memudahkan akses atau jalan masuk
UMKM dalam mendapatkan pemdiayaan atau
permodalan selain dari perbankanatau
formal, tetapi bisa melalui LKM=LKM yang ada.
6.
Sesuatu yang bisa dikembangkan terhadap LKM sangat potensial ternya belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal, karena
LKM masih menghadapi permasalahan atau
kendala dari segi kelembagaan, terbatasnya modal dan SDM dalam pengelolaan
opersional kegiatan LKM.
7.
Posisi LKM dalam pemberdayaan UKM,
terutama usaha mikro sangat strategis karena 97% usaha kecil adalah usaha mikro
yang belum terjangkau pelayanan perbankan. Perkuatan LKM selain menyangkut
dengan lemahnya SDM juga tidak adanya jaringan yang memungkinkan terjadinya
inter lending. Disamping itu pengembangan UKM memerlukan kehadiran lembaga
pendukung agar posisi LKM, penabung dan peminjam terlindungi dari berbagai
resiko. Lembaga keuangan mikro dapat didudukkan sebagai energi pemberdayaan
UKM, terutama untuk pembentukan proses nilai tambah dan peningkatan taraf hidup
lapisan masyarakat bawah.
8.
Untuk dapat memperoleh pembiayaan dari
lembaga keuangan bank maupun
non bank yang mendasarkan pada kelayakan
usaha, maka harus dilakukan
pembenahan dan peningkatan kemampuan
dipihak UMKM. Peningkatan
kemampuan kewirausahaan, organisasi,
manajemen, ketrampilan teknis
usaha yang digeluti, kemampuan inovasi,
manajemen keuangan seperti
perencanaan keuangan, maupun kemampuan
menyusun proposal kelayakan
usaha sangat dibutuhkan guna menjadikan
UMKM ataupun wirausaha
dengan
produktivitas dan daya saing tinggi.
4.2
Saran
Berdasarkan penjelasan di atas, maka bisa
diambil beberapa saran antara lain:
1.
Perlunya pengkajian yang lebihtentang
keberadaan LKM di Indonesia
2.
Perlu penghayatan oleh otoritas pengatur
dan pengawas perbankan Indonesia mengenai konsep LKM yang tidak semata-mata
berdasarkan konsep perbankan, kemudian melakukan perenungan kembali kebijakan
yang telah dikeluarkannya serta mengambil langkah-langkah untuk menghindarkan
dampak negatif kebijakan yang kurang mendukung kelangsungan hidup LKM.
3.
Perlunya Rancangan Undang-Undang
mengenai LKM, agar mempunyai kekuatan hukun dan semakin yang sesuatangguh, serta kuat.
4.
Perlunya pengembangan jangka panjang,
mengingat pentingnya fungsi atau peran LKM
yang sangat potensial terhadap penopang perekonomian di Indonesia.
5.
Kebijakan perekonomian juga harus
mendukung sektor industri rumah tangga/kecil (UKM) agar lebih berkembang. Bukti
bahwa UKM mampu menggerakkan ekonomi rakyat miskin harus ditindaklanjuti dengan
kebijakan yang mempermudah berkembangnya UKM. Plafon bantuan untuk UKM juga
ditingkatkan paling tidak memiliki keseimbangan proposi – atau lebih besar –
dengan plafon untuk usaha diatasnya karena daya jangkau UKM terhadap masyarakat
miskin untuk memberdayakan ekonomi lebih luas.
6.
Untuk memprakarsasi penumbuhan dan pengembangan LKM
pertanian diperlukan adanya pembinaan peningkatan kapabilitas bagi
SDM calon pengelola LKM, dukungan penguatan modal dan
pendampingan teknis kepada nasabah pengguna kredit.
DAFTAR
PUSTAKA
Biro Pusat
Statistik. Statistik Indonesia
2002. Jakarta, Indonesia.
Badan
Pusat Statistik (BPS), (2001). Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja
Penyerapan
Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor Usaha Kecil dan
Menengah. BPS. Jakarta.
Neddy, Rafinaldy.
Memeta potensi dan karakteristik umkm
bagi penumbuhan usaha baru
Ani.2009. kebijakan
dan strategik lembaga keuangan mikro.media litbang sumatera utara.
Wardoyo. Kinerja
lembaga keuangan mikro bagi upaya penguatan usaha mikro, kecil dan menengah
Lestari, sri.
Perkembangan dan strategi pengembangan
pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah (umkm)
http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/lampiran/lampiran_lembaga_keuangan_mikro.htm/di
akses 13 juni 2012
http://indonesiaindonesia.com/f/8667-peran-lembaga-keuangan-mikro/
akses 13 juni 2012
http://ditpk.bappenas.go.id/?nav=4&m=content&s=artikel&a=view&id=309/
akses 13 juni 2012
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=111673&lokasi=lokal/
akses 13 juni 2012
Ismawan, Bambang,
a, Masalah UKM
dan Peran LSM,
Jurnal Ekonomi Rakyat
on-line/
www.ekora.org/ akses 13 juni 2012
Ismawan, Bambang,
d, Lembaga Keuangan
Mikro di Indonesia
Butuh Payung Regulasi,
artikel www.binaswadaya.org/ akses 13 juni 2012
dwi74.blog.com/Direktorat
Penanggulangan Kemiskinan _ ARTIKEL _ Perkembangan Keuangan
Mikro Untuk Pengentasan Kemiskinan.htm/ akses 13 juni 2012
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !