Rabu, 02 Desember 2015

Analisis Terkini Perkembangan Mikroekonomi Indonesia 2015 (Studi Kasus Minimnya Pembangunan Infrsatruktur)


oleh:
Mahfud Effendi (fendie167@gmail.com)
http://hizbut-tahrir.or.id/wp-content/uploads/2015/05/infrastruktur.jpg
Sumber Gambar:http://hizbut-tahrir.or.id/wp-content/uploads/2015/05/infrastruktur.jpg
 
I.              PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Indonesaia merupakan negara yang digadang-gadang akan menjadi negara potensial yang berpengaruh sebagai penggerak ekonomi di tataran global. Bahkan Indonesia termasuk dalam anggota G20 yang merupakan kumpulan negara-negara besar dengan tingkat ekonomi atau GDP yang berpengaruh. Begitu pula, laporan Bank Dunia menyatakan bahwa Indonesia diproyeksikan masuk sebagai 10 besar negara dengan kekuatan ekonomi besar berdasarkan indikator purchasing power parity. Selain itu, Indonesia juga memasuki momentum bonus demografi yang berpotensi besar untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan mendukung perekonomian negara apabila momentum tersebut mampu dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia serta agar terhindar dari zona jebakan pendapatan menengah (middle income trap) akibat ketidakmampuan memanfaatkan momentum memacu pendapatannya.

Berbagai potensi strategis tersebut seharusnya Indonesia mampu segera mengatasi dan memanfaatkannya. Hal tersebut dapat terwujud apabila setidaknya salah satu hal penting yang harus dipenuhi, yakni terkait pembangunan infrastruktur. Namun, sayangnya permasalahan hal yang mendasar tersebut belum mampu diperbaiki atau masih minimnya pembangunan infrastruktur yang memadai. Padahal peran infrastruktur ini sangat penting untuk mengurangi  atau menekan biaya ekonomi tinggi dan meningkatkan potensi investasi serta meningkatkan efisiensi dalam perekonomian atau memperkuat kelancaran konektivitas nasional.

Berdasarkan data terkini  yang di ungkap oleh World Economic Forum (WEF) terkait indeks daya saing global 2014 menunjukkan, bahwa Indonesia masih betah menempati peringkat 34 dari total 144 negara. Maka dari itu, posisi Indonesia dapat dikatakan masih kalah tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara di tingkat ASEAN, seperti  Singapura yang menempati peringkat 2, Malaysia diperingkat ke 20, dan Thailand diperingkat ke 31[1].

Ketertinggalan tersebut terutama terlihat dari segi lemahnya pilar infrastruktur. Terlihat dari data penilaian oleh WEF 2004-2012 pada tabel 1 memperlihatkan bahwa selama hampir satu dekade terakhir berasal dari minimnya pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan, jalan, dan bandara hingga kelistrikan. Kondisi yang memperlihatkan lemahnya infrastruktur tersebut juga senada dengan laporan Internastional Institute For Management Development (IMD) 2011 dalam Maryaningsih, et al (2012) yang menempatkan Indonesia diperingkat ke 37 dari 59 negara dengan indikator lemahnya infrastruktur (teknis, dasar, pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup serta sains).
Tabel 1. Kondisi Perkembangan Daya Saing Indonesia 2005-2012








Sumber : Insight Report The Global Competitiveness Report 2012

Tabel 2. Kondisi Kualitas Infrastruktur Indonesia 2005-2011
Sumber : International Institute For Management Development (IMD) 2011
Permasalahan dan tantangan tersebut harus segera dilakukan penyelesaian atau ditanggulangi agar Indonesia mampu mewujudkan potensinya untuk menjadi negara maju atau menjadi negara dengan kekuatan ekonomi baru. Perlu diketahui bahwa negara ini sangat potensial akan daya tarik investasinya. Beberapa hal yang mendesak untuk segera diperbaiki, seperti pembangunan infrastruktur pelabuhan, jalan tol, dan bandara serta kereta. Hal tersebut sangat penting karena dapat dikatakan sebagai pintu masuknya devisa dari luar negeri maupun kelancaran dari dalam negeri. Di samping itu, juga diperlukan perbaikan kelistrikan yang selama ini masih belum merata dan selama ini mempunyai peran penting sebagai katalis atau motor penggerak perokonomian.

Segi alokasi APBNP juga perlu diperhatikan yang selama ini cenderung masih lemah dalam penganggaran dan realisasi penyerapannya. Berdasarkan kajian Kemenkeu bahwa alokasi APBN sebelumnya cenderung masih dibawah nilai ideal yang mencapai 2% saja terhadap PDB. Padahal menurut Asian Development Bank (ADB) idealnya suatu negara sebaiknya mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur minimal prosentasenya 5% terhadap PDB. Studi Maryaningsih, et al (2012) terkait rasio infrastruktur pada APBN terhadap PDB tahun 2005-2012 memperlihatkan bahwa rata-rata alokasi APBN terbilang masih rendah, yakni sebesar1.6% dari PDB dibandingkan negara lain, seperti China yang sebesar 5.3% dan India sebesar 7.3%.

Beberapa studi empiris terdahulu juga menunjukkan korelasi positif dampak dari pembangunan infrastruktur terhadap peningkatan perekonomian suatu negara. Misalnya, Studi Ma’ruf (2013) yang menunjukkan bahwa infrastruktur pekerjaan umum, termasuk infrastruktur jalan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi wilayah atau memenuhi indikator pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, berbagai tantangan dan permasalahan tersebut sangat mendesak untuk segera diperbaiki agar para investor tertarik berminat menanamkan investasinya apabila setidaknya sudah mendapat titik kejelasan dari perbaikan regulasi, sarana dan prasarana yang ada.




1.2         Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan gambaran terkini salah satu kondisi permasalahan mikroekonomi Indonesia, yakni pembangunan infrstruktur.
2.      Mengidentifikasi faktor-faktor pengaruh dari pembangunan infrstruktur terhadap perekonomian nasional.

II.           LANDASAN TEORI
2.1    Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu hal penting yang ingin dicapai oleh suatu negara yang salah satu indikator penting identik dihubungkan dengan peningkatan Gross Domestic Product (GDP) atau pendapatan per kapita suatu negara. Hal tersebut terutama bisa berasal dari beberapa sumber pertumbuhan ekonomi, seperti faktor kapital dan faktor tenaga kerja. Faktor kapital terbentuk dari komponen penanaman investasi sektor public dan sektor privat. Sedangkan faktor tenaga kerja terbentuk dari kualitas tenaga kerja itu sendiri terhadap produktifitas yang ingin dicapai. Sementara menurut O‟sullvian (2006) dalam Hapsari (2011)[2] menjelaskan bahwa terdapat faktor pertumbuhan lainnya, seperti capital deepening, human capital, dan teknologi. Oleh karena itu, semakin meningkatnya faktor produksi tersebut turut akan mendorong peningkatan output secara agregat perekonomian suatu negara.

2.2    Pendanaan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan hal yang paling mendasar dalam mendukung pembangunan perekonomian suatu negara. Dengan adanya infrastruktur yang baik, maka akan berkorelasi positif terhadap kelancaran perekonomian. Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa infrastruktur mempunyai peran strategis terutama sebagai faktor produksi. Semakin optimalnya faktor produksi, maka akan semakin meningkatkan potensi akan produktifitas dan sekaligus mampu menekan biaya faktor produksi.

Suatu kondisi permintaan yang tinggi atau meningkat akan menyebabkan suatu permasalahan apabila perintaan tersebut tidak mampu dipenuhi atau diimbangi dengan kemampuan suatu pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendanaan infrastrukturnya. Sehingga diperlukan skema alternatif lain agar masalah tersebut mampu diatasi. Seperti kita ketahui bahwa skema yang ada saat ini, seperti skema PPP, B to B, dan G to G dan SPV.

Alokasi pendanaan dari skema publik maupun privat akan memperlihatkan betapa pentingnya peran strategis infrastruktur sebagai penggerak perekonomian nasional. Menurut penjelasan Ma’ruf (2013)[3], bahwa secara tatanan ekonomi makro peran dari adanya fasiliitas pelayanan infrastruktur akan mampu mempengaruhi marginal productivity of private capital. Sedangkan dari segi ekonomi mikro, bahwa adanya fasilitas pelayanan infrastruktur yang ada akan mampu mempengaruhi penurunan biaya produksi

III.        METODOLOGI PENELITIAN
3.1    Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodologi pendekatan deskriptif kualitatif. Metode ini dipilih dikarenakan peneliti melihat ada suatu permasalahan pada proses sinergi antara fungsi pembangunan infrastruktur dengan skema alokasi pendanaan maupun yang lainnya atau yang kurang bisa dijelaskan dengan mengunakan data kuantitatif, sehingga diperlukan pengkajian dengan cara menganalisis kejadian yang terjadi dilapangan dengan menggunakan teori-teori yang ada. Secara harfiah, bahwa  penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka.

3.2    Sumber Data
Sumber data yang diperoleh berasal dari hasil penelitian dan dalam bentuk jurnal yang telah dilakukan oleh instansi terkait. Selain itu peneliti juga banyak menggunakan sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian terdahulu dari instansi maupun lainnya. Peneliti juga mengambil beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain melalui berbagai jurnal atau studi literatur lainnya, langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan data yang kemudian dianalisis dan mencari permasalahan yang belum sempat teridentifikasi peneliti lain.

3.3    Teknik Analisis
Penelian ini lebih fokus dalam menganalisis fakta-fakta terkini yang terjadi dilapangan terkait permasalahan mikroekonomi Indonesia yang paling berpengaruh, yakni salah satu permasalahan yang sangat penting terkait pembangunan infrastruktur di Indonesia yang dilakukan dengan cara mengumpukan data maupun dengan membandingkan data-data yang ada dilapangan sebagai pendekatan teori yang ada dan perbandingan analisis. Dari data tersebut peneliti mencoba menganalisis permasalahan yang ada dan belum teridentifikasi dengan metode kualitatif dan selanjutnya peneliti mencoba memberikan solusi tentang bagaimana cara memperbaiki pembangunan infrastruktur agar dapat menekan biaya ekonomi tinggi atau biaya logistik dan meningkatkan potensi investasi serta meningkatkan efisiensi dalam perekonomian atau memperkuat kelancaran konektivitas nasional ayang pada akhirnya akan turut memperkuatatau memperlancar perekonomian Indonesai.

IV.        ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara yang dalam beberapa tahun ini masih mengalami pertumbuhan yang positif ditengah melambatanya ekonomi global. Tumbuhnya laju ekonomi tersebut, sayangnya tidak diikuti dengan meratanya pembangunan atau pendapatan di daerah-daerah. Terbukti dari sekitar 40 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari 1,25 USD per hari (USAID, 2013)[4]. Sehingga tantangan dan tuntutan perbaikan pembangunann ini perlu segera ditangani agar disparitas tidak semakin kian melebar.

Meskipun pemerintah saat ini terlihat lebih serius memperbaiki infrastrustur, tetapi nyatanya sampai kini perbaikan tersebut belum juga mencukupi kebutuhan yang ada dan bisa dikatakan belum optimal. Padahal, Infrastruktur mempunyai peran strategis sebagai katalis pertumbuhan perekonomian. Segala lini atau sisi membutuhkan peran infrastruktur guna memperlancar mobilitas efisiensi berbagai produk dan jasa. Semakin lancarnya mobilitas tersebut akan dapat memberikan kontribusi besar kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, patut disadari bahwa sampai  saat ini pembangunan dan pengelolaan infrastruktur di Indonesia masih belum optimal dan masih terjadi disparitas kesenjangan infrastruktur masih terjadi di daerah-daerah. Tentu cukup disayangkan akibat belanja infrastruktur yang seharusnya bisa menjadi pelengkap stimulus lainnya untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi  Indonesia yang hingga kini masih cenderung ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Akselerasi pertumbuhan ekonomi akan cepat tercapai jika kesediaan infrsatruktur mencukupi. Lebih dari itu, Indonesia juga akan memasuki bonus demografi yang tinggi. Menurut laporan Eastprings Investments (2015) mengemukakan bahwa usia produktif penduduk Indonesia 2010 mencapai 114 juta orang dan pada 2020 diproyeksikan akan meningkat  139 juta orang. Kesempatan yang dapat diperoleh disamping kecenderungan upah buruh yang masih rendah juga dipadu besarnya populasi usia produktif tersebut akan dapat berpotensi menarik investasi untuk masuk ke Indonesia.

Hingga kini pemerintah terus berupaya untuk  melakukan perbaikan infratruktur.  Berbagai upaya tersebut salah satunya terlihat dari komitmen besaran anggaran APBNP untuk infrsatruktur yang terus meningkat dan terbesar pada tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni saat ini mencapai Rp290,3 triliun atau mengalami kenaikan Rp99 triliun. Namun, realisasi penyerapan anggaran masih terbilang sangat rendah yang dapat terlihat dari kuartal 1 yang hanya mencapai 18,5% atau bisa dikatakan tidak jauh berbeda dibandingkan kuartal yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 15,55% (Neraca, 2015)[5].

Sedangkan untuk perkembangan penyerapan anggaran pada semester 1 yang hanya mencapai 33,1% karena mengingat idealnya diharapkan mampu mencapai 25% pada kuartal yang sama. Hal yang sama juga terjadi di daerah yang hanya mampu menyerap 25,92% lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang mampu mencapai 31,3% (Bisnis, 2015).[6] Sementara tingkat serapan anggaran infrsatruktur nasional oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) per Agustus baru sebesar Rp17,5 triliun atau mencapai prosentase 14% dari total pagu Rp118 triliun (Viva, 2015)[7]. Secara keseluruhan sampai per Agustus 2015 baru bisa terserap 90 triliun dari total pagu yang sebesar 290,3 triliun. Lemahnya penyerapan dan ketidaksesuaian target tersebut rupanya sudah menjadi permsalahan klasik tahunan. Padahal semakin optimal daya penyerapan anggarannya dan sesuai rencana yang ditergetkan, maka akan semakin berpengaruh pula terhadap pertumbuhan dan percepatan pembangunan ekonomi nasional.

Berbagai permasalahan dan tantangan tersebut jika tidak ditangani segera akan berpotensi berdampak negatif, salah satunya seperti inflasi yang turut diperparah dengan kondisi fluktuasi sentimen global. Dengan demikian, maka segera diperlukan segera perbaikan agar tidak kontradiktif dengan target pertumbuhan ekonomi nasional yang sudah direncanakan atau ditergetkan.

Dari segi permasalahan pendanaan, bahwa hingga kini alokasinya cenderung masih di bawah standar ideal. Padahal menurut lembaga Asian Development Bank (ADB) idealnya dalam anggaran untuk infrastruktur sebainya minimal  prosentasenya sebesar 5% (Kajian GC In). Pertama, salah  satu indikasi faktor penyebab rendanya penyerapan anggaran terlebih didaerah adalah kecenderungan pendanaan yang masih mengendap diperbankan atau proses transfernya lambat. Sehingga untuk memperlancar pelaksanaan realisasi proyel-proyek infrastruktur perlu segera dipercepat proses transfer dan realisasi penggunaan dananya. Kedua terkait konsentrasi besaran alokasi pendanaan yang masih mengalami situasi disparitas wilayah atau selama ini cenderung hanya terpusat di wilayah tertentu.

Oleh sebab itu, sebaiknya diperlukan pengalokasian dan mekanisme pendanaan yang berbeda mengingat kecenderungan wilayah Jawa, Sumatra, dan Bali Karena relatif telah jauh berkembang kegiatan ekonominya dengan dukungan infrastruktur yang telah tersedia. Sehingga alokasi untuk Jawa, Sumatra, dan Bali sebaiknya sumber pendanaannya di alihkan atau diprioritaskan ke pendanaan swasta. Dampak positif tersebut akan terasa mengingat salah satunya dapat mengurangi sumber pendanaan dari luar negeri. Sedangkan selain wilayah tersebut porsi pendanaan sebaiknya ditingkatkan dan menggunakan menakisme kerjasama permerintah lebih besar dibandingkan swasta atau kerjasama campuran antara pemerintah dan swasta.

Selain itu, untuk menutupi persolaan defisit atau kekurangan pendanaan  (financing gap) yang seringkali terjadi dan juga diperlukan pertimbangan bantuan pendanaan dari internasional serta perlunya partisipasi kemitraan swasta dengan komitmen pemerintah yang selama ini telah berusaha membuat iklim investasi semakin kondusif agar dapat menarik para investor terlebih swasta untuk berinvestasi dibidang tersebut. Dalam hal skema private public partnership seringkali ditemukan kelemahan terkait kurangnya persiapan proyek yang dapat menyebabkan akan penawaran yang ada kurang dapat direspon pelaku pasar. Dengan demikian, sebaiknya perlu dikaji kembali model bentuk kerjasamanya mengingat seringkali dalam pelaksanaan proyek infrastruktur seringkali ditemukan sunk cost yang besar dalam hal investasi yang sifatnya jangka panjang dan pemerintah dalam pengadaanya, seperti fasilitas stimulus, insentif, dan perlindungan investasi.

Lambatnya penyerapan belanja modal yang diakibatkan oleh lamanya penggunaan dana selama ini disebabkan sistem anggaran yang kurang baik. Selama ini sistem anggaran yang dipakai memiliki suatu kelemahan, yakni terlebih untuk realisasi proyek jangka panjang dan setiap tahun harus melalui beragam proses perijinan kontrak, seperti tender ulang. Tentu hal ini menjadi tidak efisien dan diperlukan solusi yang bijak. Sebaiknya untuk pemerintah kedepannya dalam penggunaan sistem anggaran untuk pelaksanaan proyek tertentu disesuaikan dengan sistem anggaran yang dinilai lebih efisien, seperti penggunaan sistem anggaran Kontrak Tahun Jamak (Multiyears Contract). Sistem tersebut sangat sesuai digunakan untuk proyek tertentu, khususnya proyek jangka panjang. Sehingga nantinya bisa efisien karena tidak diperlukan proses tender berulang atau tahunan.

Adanya peningkatan pendanaan saja tidak cukup jika masih terjadi permasalahan teknis dilapangan dan diperparah dengan tidak diikutinya peningkatan kualitas infrastruktur. Hal penting lainnya ialah dari segi masalah teknis pembebasan lahan yang selama ini menjadi faktor utama yang sering menghambat atau menjadi masalah klasik terhadap kelancaran pembangunan infrastruktur, terlebih antara developer dan masyarakat. Sehingga sebaiknya dibangun pemahaman persepsi masyarakat yang baik terhadap peran serta swasta atau developer supaya tidak terhambat atau berlaur-larut karena adanya penolakan dari masyarakat tersebut.

Tidak hanya permasalahan teknis pembebasan lahan, tetapi juga terdapat masalah transparansi dalam penggunaan retribusi pajak. Kedua permasalahan tersebut biasanya terjadi dalam taraf pemerintah daerah. Oleh karena itu, upaya peran pemerintah daerah untuk penyelesaian permasalahan ini sangat diperlukan. Misalnya, melalui komunikasi persuasif, penggunaan harga pembelian lahan yang sesuai, dan sebagainya.

V.           KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Salah satu permasalahan mikroekonomi Indonesia yang paling berpengaruh atau penting ialah infrastruktur. Infrastruktur Indonesia sampai saat ini terus mengalami upaya perbaikan. Diantaranya, ialah salah satunya terlihat dari meningkatnya komitmen pemerintah dalam peningkatan besaran alokasi anggaran APBNP untuk infrsatruktur yang terus meningkat dan terbesar pada tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni saat ini mencapai Rp290,3 triliun atau mengalami kenaikan Rp99 triliun. Meskipun allokasi besaran anggaran tersebut terus menarik, tetapi perlu diperhatikan akan kualitas penyerapan anggarannya yang selama ini cenderung masih belum optimal. Penyebabnya cukup beragam mulai dari sistem kontrak, pembebasan lahan, lambatnya pencairan dana diperbankan, terkonsentasrinya alokasi anggaran. Di samping itu, juga diperlukan upaya perbaikan kelistrikan sebegai stimulus atau pelengkapnya  yang selama ini masih belum merata dan selama ini mempunyai peran penting sebagai katalis atau motor penggerak perokonomian.

Infrastruktur dan penunjang lainnya mempunyai peran strategis sebagai katalis pertumbuhan perekonomian. Segala lini atau sisi membutuhkan peran infrastruktur untuk memperlancar mobilitas efisiensi berbagai produk dan jasa. Semakin lancarnya mobilitas tersebut akan dapat memberikan kontribusi besar kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat dan perlu diketahui bahwa negara ini sangat potensial akan daya tarik investasinya. Dengan demikian, maka segera diperlukan perbaikan segera agar tidak kontradiktif dengan target pertumbuhan ekonomi nasional yang sudah direncanakan atau ditergetkan. Sehingga nantinya diharapkan pembangunan dan pengelolaan infrastruktur di Indonesia semakin optimal dan dapat mereduksi disparitas kesenjangan infrastruktur yang masih terjadi di daerah-daerah.
Oleh karena itu, diperlukan solusi alternatif agar permasalahan tersebut mampu diperbaiki dan optimal. (i) Sebaiknya lebih bijak dan fokus dalam alokasi penggunaan anggaran sesuai dengan karakteristik kondisi infrastruktur di daerah-daerah baik dalam besaran jumalah anggaran maupun dalam bentuk kemitraan yang sesuai, seperti alokasi di Jawa mengurangi peran pendanaan maupun kemitraan dari pemerintah dan sebaiknya cenderung lebih mengutamakan peran swasta atau campuran, tetapi tetap mempriotitaskan swasta. Hal tersebut mengingat ketersediaan infrastruktur di Jawa lebih tersedia dibandingkan luar Jawa yang masih mengalami disparitas pendapatan. (ii) Sebaiknya perlu mengoptimalkan peran kehadiran dan perbaikan yang lainnya, seperti dukungan peran perguruan tinggi dengan cara menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai kualitas unggul yang dipadu oleh penguasaan inovasi dan teknologi yang mempuni. (iii) Pemerintah pusat maupun daerah diharapkan terus mengoptimalkan pelayanannya melalui percepatan debirokratisasi perijinan dan transformasi struktural untuk merapikan anggaran.

VI.        Daftar Pustaka
Bisnis. 2015. Penyerapan Anggaran Proyek Daerah Se Indonesia Rendah. Diakses, 12 Oktober 2015 dari http://industri.bisnis.com/read/20150702/45/449590/penyerapan-anggaran-proyek-daerah-se-indonesia-rendah
Eastprings Investments (2015). Ready To Takeoff Market Outlook 2015.
Hapsari, Tunjung. 2011. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah
Insight Report The Global Competitiveness Report. 2012.Kondisi Perkembangan Daya Saing Indonesia 2005-2012
International Institute For Management Development (IMD). 2011. Kondisi Kualitas Infrastruktur Indonesia 2005-2011.
Ma’ruf, Youdhi Permadi. 2013. Pengaruh Investasi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Medan: Universitas Sumatera Utara. Vol 2, No 3 (2013).
Maryaningsih, et al (2012). Pengarih Infrstruktur Terhadap Pembangunan Indonesia.Jakarta:Bank Indonesia.
Neraca. 2015. Pemerintah Harus Cepat Bergerak Realisasi Belanja Negara Sangat Rendah. Diakses, 12 Oktober 2015 dari http://www.neraca.co.id/article/52663/pemerintah-harus-cepat-bergerak-realisasi-belanja-negara-sangat-rendah.
Viva. 2015. Penyerapan Rendah Ini Cara Menteri Basuki Genjot Anggaran. Diakses, 12 Oktober 2015 dari http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/657692-penyerapan-rendah--ini-cara-menteri-basuki-genjot-anggaran
WEF. 2014. Insight Report The Global Competitiveness Report 2014-2015. http://www3.weforum.org/docs/WEF_GlobalCompetitivenessReport_2014-15.pdf


[1] WEF. 2014. Insight Report The Global Competitiveness Report 2014-2015. http://www3.weforum.org/docs/WEF_GlobalCompetitivenessReport_2014-15.pdf
[2] Hapsari, Tunjung. 2011. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah
[3] Ma’ruf, Youdhi Permadi. 2013. Pengaruh Investasi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Medan: Universitas Sumatera Utara. Vol 2, No 3 (2013)
[5] Neraca. 2015. http://www.neraca.co.id/article/52663/pemerintah-harus-cepat-bergerak-realisasi-belanja-negara-sangat-rendah
[6]Bisnis. 2015. http://industri.bisnis.com/read/20150702/45/449590/penyerapan-anggaran-proyek-daerah-se-indonesia-rendah
[7]Viva. 2015. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/657692-penyerapan-rendah--ini-cara-menteri-basuki-genjot-anggaran


*STOP PLAGIARISM ! CANTUMKAN SUMBER, HARGAI PENULIS !!!

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !