oleh:
Sumber Gambar:http://hizbut-tahrir.or.id/wp-content/uploads/2015/05/infrastruktur.jpg
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesaia merupakan negara yang
digadang-gadang akan menjadi negara potensial yang berpengaruh sebagai
penggerak ekonomi di tataran global. Bahkan Indonesia termasuk dalam anggota
G20 yang merupakan kumpulan negara-negara besar dengan tingkat ekonomi atau GDP
yang berpengaruh. Begitu pula, laporan Bank Dunia menyatakan bahwa Indonesia
diproyeksikan masuk sebagai 10 besar negara dengan kekuatan ekonomi besar
berdasarkan indikator purchasing power parity. Selain itu, Indonesia
juga memasuki momentum bonus demografi yang berpotensi besar untuk meningkatkan
produktifitas tenaga kerja dan mendukung perekonomian negara apabila momentum
tersebut mampu dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia serta agar terhindar
dari zona jebakan pendapatan menengah (middle income trap) akibat ketidakmampuan memanfaatkan momentum
memacu pendapatannya.
Berbagai potensi strategis tersebut
seharusnya Indonesia mampu segera mengatasi dan memanfaatkannya. Hal tersebut
dapat terwujud apabila setidaknya salah satu hal penting yang harus dipenuhi,
yakni terkait pembangunan infrastruktur. Namun, sayangnya permasalahan hal yang
mendasar tersebut belum mampu diperbaiki atau masih minimnya pembangunan
infrastruktur yang memadai. Padahal peran infrastruktur ini sangat penting
untuk mengurangi atau menekan biaya
ekonomi tinggi dan meningkatkan potensi investasi serta meningkatkan efisiensi
dalam perekonomian atau memperkuat kelancaran konektivitas nasional.
Berdasarkan data terkini yang di ungkap oleh World Economic Forum
(WEF) terkait indeks daya saing global 2014 menunjukkan, bahwa Indonesia masih
betah menempati peringkat 34 dari total 144 negara. Maka dari itu, posisi
Indonesia dapat dikatakan masih kalah tertinggal jika dibandingkan dengan
negara-negara di tingkat ASEAN, seperti
Singapura yang menempati peringkat 2, Malaysia diperingkat ke 20, dan
Thailand diperingkat ke 31[1].
Ketertinggalan tersebut terutama
terlihat dari segi lemahnya pilar infrastruktur. Terlihat dari data penilaian
oleh WEF 2004-2012 pada tabel 1 memperlihatkan bahwa selama hampir satu dekade
terakhir berasal dari minimnya pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan,
jalan, dan bandara hingga kelistrikan. Kondisi yang memperlihatkan lemahnya
infrastruktur tersebut juga senada dengan laporan Internastional Institute For Management Development
(IMD) 2011 dalam Maryaningsih, et al (2012) yang menempatkan Indonesia
diperingkat ke 37 dari 59 negara dengan indikator lemahnya infrastruktur (teknis,
dasar, pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup serta sains).
Tabel
1. Kondisi Perkembangan Daya Saing Indonesia 2005-2012
Sumber : Insight Report The Global Competitiveness Report 2012
Tabel 2. Kondisi Kualitas Infrastruktur
Indonesia 2005-2011
Sumber : International Institute For Management Development (IMD) 2011
Permasalahan dan tantangan tersebut
harus segera dilakukan penyelesaian atau ditanggulangi agar Indonesia mampu
mewujudkan potensinya untuk menjadi negara maju atau menjadi negara dengan
kekuatan ekonomi baru. Perlu diketahui bahwa negara ini sangat potensial akan
daya tarik investasinya. Beberapa hal yang mendesak untuk segera diperbaiki,
seperti pembangunan infrastruktur pelabuhan, jalan tol, dan bandara serta
kereta. Hal tersebut sangat penting karena dapat dikatakan sebagai pintu
masuknya devisa dari luar negeri maupun kelancaran dari dalam negeri. Di
samping itu, juga diperlukan perbaikan kelistrikan yang selama ini masih belum
merata dan selama ini mempunyai peran penting sebagai katalis atau motor
penggerak perokonomian.
Segi alokasi APBNP juga perlu
diperhatikan yang selama ini cenderung masih lemah dalam penganggaran dan realisasi
penyerapannya. Berdasarkan kajian Kemenkeu bahwa alokasi APBN sebelumnya
cenderung masih dibawah nilai ideal yang mencapai 2% saja terhadap PDB. Padahal
menurut Asian Development Bank (ADB) idealnya suatu negara sebaiknya
mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur minimal prosentasenya 5%
terhadap PDB. Studi Maryaningsih, et al (2012) terkait rasio infrastruktur pada
APBN terhadap PDB tahun 2005-2012 memperlihatkan bahwa rata-rata alokasi APBN
terbilang masih rendah, yakni sebesar1.6% dari PDB dibandingkan negara lain,
seperti China yang sebesar 5.3% dan India sebesar 7.3%.
Beberapa studi empiris terdahulu juga menunjukkan
korelasi positif dampak dari pembangunan infrastruktur terhadap peningkatan
perekonomian suatu negara. Misalnya, Studi Ma’ruf (2013) yang menunjukkan bahwa
infrastruktur pekerjaan umum, termasuk infrastruktur jalan memberikan
kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi wilayah atau memenuhi indikator
pertumbuhan ekonomi. Oleh
karena itu, berbagai tantangan dan permasalahan tersebut sangat mendesak untuk
segera diperbaiki agar para investor tertarik berminat menanamkan investasinya
apabila setidaknya sudah mendapat titik kejelasan dari perbaikan regulasi,
sarana dan prasarana yang ada.
1.2
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Memberikan gambaran terkini salah satu
kondisi permasalahan mikroekonomi Indonesia, yakni pembangunan infrstruktur.
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor pengaruh
dari pembangunan infrstruktur terhadap perekonomian nasional.
II.
LANDASAN
TEORI
2.1
Teori
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu hal
penting yang ingin dicapai oleh suatu negara yang salah satu indikator penting
identik dihubungkan dengan peningkatan Gross Domestic Product (GDP) atau pendapatan per kapita
suatu negara. Hal tersebut terutama bisa berasal dari beberapa sumber pertumbuhan
ekonomi, seperti faktor kapital dan faktor tenaga kerja. Faktor kapital
terbentuk dari komponen penanaman investasi sektor public dan sektor privat.
Sedangkan faktor tenaga kerja terbentuk dari kualitas tenaga kerja itu sendiri
terhadap produktifitas yang ingin dicapai. Sementara menurut O‟sullvian (2006)
dalam Hapsari (2011)[2]
menjelaskan bahwa terdapat faktor pertumbuhan lainnya, seperti capital deepening, human capital, dan
teknologi. Oleh karena itu, semakin meningkatnya faktor produksi tersebut turut
akan mendorong peningkatan output secara agregat perekonomian suatu negara.
2.2
Pendanaan
Infrastruktur
Infrastruktur merupakan hal yang paling
mendasar dalam mendukung pembangunan perekonomian suatu negara. Dengan adanya
infrastruktur yang baik, maka akan berkorelasi positif terhadap kelancaran
perekonomian. Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa infrastruktur mempunyai
peran strategis terutama sebagai faktor produksi. Semakin optimalnya faktor
produksi, maka akan semakin meningkatkan potensi akan produktifitas dan
sekaligus mampu menekan biaya faktor produksi.
Suatu kondisi permintaan yang tinggi
atau meningkat akan menyebabkan suatu permasalahan apabila perintaan tersebut
tidak mampu dipenuhi atau diimbangi dengan kemampuan suatu pemerintah dalam
menyediakan fasilitas pendanaan infrastrukturnya. Sehingga diperlukan skema
alternatif lain agar masalah tersebut mampu diatasi. Seperti kita ketahui bahwa
skema yang ada saat ini, seperti skema PPP, B to B, dan G to G dan SPV.
Alokasi
pendanaan dari skema publik maupun privat akan memperlihatkan betapa pentingnya
peran strategis infrastruktur sebagai penggerak perekonomian nasional. Menurut
penjelasan Ma’ruf (2013)[3],
bahwa secara tatanan ekonomi makro peran dari adanya fasiliitas pelayanan
infrastruktur akan mampu mempengaruhi marginal
productivity of private capital. Sedangkan dari segi ekonomi mikro, bahwa
adanya fasilitas pelayanan infrastruktur yang ada akan mampu mempengaruhi penurunan
biaya produksi
III.
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Metodologi
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metodologi pendekatan deskriptif kualitatif. Metode ini dipilih
dikarenakan peneliti melihat ada suatu permasalahan pada proses sinergi antara
fungsi pembangunan infrastruktur dengan skema alokasi pendanaan maupun yang
lainnya atau yang kurang bisa dijelaskan dengan mengunakan data kuantitatif,
sehingga diperlukan pengkajian dengan cara menganalisis kejadian yang terjadi
dilapangan dengan menggunakan teori-teori yang ada. Secara harfiah, bahwa penelitian kualitatif adalah jenis penelitian
yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi,
perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran
angka.
3.2
Sumber
Data
Sumber
data yang diperoleh berasal dari hasil penelitian dan dalam bentuk jurnal yang
telah dilakukan oleh instansi terkait. Selain itu peneliti juga banyak
menggunakan sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian terdahulu dari
instansi maupun lainnya. Peneliti juga mengambil beberapa hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti lain melalui berbagai jurnal atau studi literatur
lainnya, langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan data yang
kemudian dianalisis dan mencari permasalahan yang belum sempat teridentifikasi
peneliti lain.
3.3
Teknik
Analisis
Penelian ini lebih fokus dalam
menganalisis fakta-fakta terkini yang terjadi dilapangan terkait permasalahan
mikroekonomi Indonesia yang paling berpengaruh, yakni salah satu permasalahan
yang sangat penting terkait pembangunan infrastruktur di Indonesia yang
dilakukan dengan cara mengumpukan data maupun dengan membandingkan data-data
yang ada dilapangan sebagai pendekatan teori yang ada dan perbandingan analisis.
Dari data tersebut peneliti mencoba menganalisis permasalahan yang ada dan belum
teridentifikasi dengan metode kualitatif dan selanjutnya peneliti mencoba
memberikan solusi tentang bagaimana cara memperbaiki pembangunan infrastruktur agar
dapat menekan biaya ekonomi tinggi atau biaya logistik dan meningkatkan potensi
investasi serta meningkatkan efisiensi dalam perekonomian atau memperkuat kelancaran
konektivitas nasional ayang pada akhirnya akan turut memperkuatatau
memperlancar perekonomian Indonesai.
IV.
ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara yang dalam
beberapa tahun ini masih mengalami pertumbuhan yang positif ditengah
melambatanya ekonomi global. Tumbuhnya laju ekonomi tersebut, sayangnya tidak
diikuti dengan meratanya pembangunan atau pendapatan di daerah-daerah. Terbukti
dari sekitar 40 juta penduduk Indonesia
hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari 1,25 USD per
hari (USAID, 2013)[4]. Sehingga
tantangan dan tuntutan perbaikan pembangunann ini perlu segera ditangani agar
disparitas tidak semakin kian melebar.
Meskipun pemerintah saat ini terlihat
lebih serius memperbaiki infrastrustur, tetapi nyatanya sampai kini perbaikan
tersebut belum juga mencukupi kebutuhan yang ada dan bisa dikatakan belum
optimal. Padahal, Infrastruktur mempunyai peran strategis sebagai katalis
pertumbuhan perekonomian. Segala lini atau sisi membutuhkan peran infrastruktur
guna memperlancar mobilitas efisiensi berbagai produk dan jasa. Semakin
lancarnya mobilitas tersebut akan dapat memberikan kontribusi besar kemanfaatan
bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, patut disadari bahwa sampai saat ini pembangunan dan pengelolaan
infrastruktur di Indonesia masih belum optimal dan masih terjadi disparitas
kesenjangan infrastruktur masih terjadi di daerah-daerah. Tentu cukup
disayangkan akibat belanja infrastruktur yang seharusnya bisa menjadi pelengkap
stimulus lainnya untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hingga kini masih cenderung
ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Akselerasi pertumbuhan ekonomi akan cepat
tercapai jika kesediaan infrsatruktur mencukupi. Lebih dari itu, Indonesia juga
akan memasuki bonus demografi yang tinggi. Menurut laporan Eastprings Investments (2015) mengemukakan bahwa usia produktif
penduduk Indonesia 2010 mencapai 114 juta orang dan pada 2020 diproyeksikan
akan meningkat 139 juta orang. Kesempatan
yang dapat diperoleh disamping kecenderungan upah buruh yang masih rendah juga
dipadu besarnya populasi usia produktif tersebut akan dapat berpotensi menarik
investasi untuk masuk ke Indonesia.
Hingga kini pemerintah terus berupaya
untuk melakukan perbaikan
infratruktur. Berbagai upaya tersebut salah
satunya terlihat dari komitmen besaran anggaran APBNP untuk infrsatruktur yang
terus meningkat dan terbesar pada tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,
yakni saat ini mencapai Rp290,3 triliun atau mengalami kenaikan Rp99 triliun.
Namun, realisasi penyerapan anggaran masih terbilang sangat rendah yang dapat terlihat
dari kuartal 1 yang hanya mencapai 18,5% atau bisa dikatakan tidak jauh berbeda
dibandingkan kuartal yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 15,55%
(Neraca, 2015)[5].
Sedangkan untuk perkembangan penyerapan
anggaran pada semester 1 yang hanya mencapai 33,1% karena mengingat idealnya
diharapkan mampu mencapai 25% pada kuartal yang sama. Hal yang sama juga terjadi
di daerah yang hanya mampu menyerap 25,92% lebih rendah dibandingkan periode
yang sama pada tahun lalu yang mampu mencapai 31,3% (Bisnis, 2015).[6] Sementara
tingkat serapan anggaran infrsatruktur nasional oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) per Agustus baru sebesar Rp17,5 triliun atau
mencapai prosentase 14% dari total pagu Rp118 triliun (Viva, 2015)[7]. Secara
keseluruhan sampai per Agustus 2015 baru bisa terserap 90 triliun dari total pagu
yang sebesar 290,3 triliun. Lemahnya penyerapan dan ketidaksesuaian target
tersebut rupanya sudah menjadi permsalahan klasik tahunan. Padahal semakin
optimal daya penyerapan anggarannya dan sesuai rencana yang ditergetkan, maka
akan semakin berpengaruh pula terhadap pertumbuhan dan percepatan pembangunan ekonomi
nasional.
Berbagai permasalahan dan tantangan
tersebut jika tidak ditangani segera akan berpotensi berdampak negatif, salah
satunya seperti inflasi yang turut diperparah dengan kondisi fluktuasi sentimen
global. Dengan demikian, maka segera diperlukan segera perbaikan agar tidak
kontradiktif dengan target pertumbuhan ekonomi nasional yang sudah direncanakan
atau ditergetkan.
Dari segi permasalahan pendanaan, bahwa
hingga kini alokasinya cenderung masih di bawah standar ideal. Padahal menurut
lembaga Asian Development Bank (ADB)
idealnya dalam anggaran untuk infrastruktur sebainya minimal prosentasenya sebesar 5% (Kajian GC In).
Pertama, salah satu indikasi faktor
penyebab rendanya penyerapan anggaran terlebih didaerah adalah kecenderungan
pendanaan yang masih mengendap diperbankan atau proses transfernya lambat.
Sehingga untuk memperlancar pelaksanaan realisasi proyel-proyek infrastruktur
perlu segera dipercepat proses transfer dan realisasi penggunaan dananya. Kedua
terkait konsentrasi besaran alokasi pendanaan yang masih mengalami situasi disparitas
wilayah atau selama ini cenderung hanya terpusat di wilayah tertentu.
Oleh sebab itu, sebaiknya diperlukan
pengalokasian dan mekanisme pendanaan yang berbeda mengingat kecenderungan
wilayah Jawa, Sumatra, dan Bali Karena relatif telah jauh berkembang kegiatan
ekonominya dengan dukungan infrastruktur yang telah tersedia. Sehingga alokasi
untuk Jawa, Sumatra, dan Bali sebaiknya sumber pendanaannya di alihkan atau diprioritaskan
ke pendanaan swasta. Dampak positif tersebut akan terasa mengingat salah
satunya dapat mengurangi sumber pendanaan dari luar negeri. Sedangkan selain
wilayah tersebut porsi pendanaan sebaiknya ditingkatkan dan menggunakan
menakisme kerjasama permerintah lebih besar dibandingkan swasta atau kerjasama
campuran antara pemerintah dan swasta.
Selain itu, untuk menutupi persolaan
defisit atau kekurangan pendanaan (financing gap) yang seringkali terjadi dan
juga diperlukan pertimbangan bantuan pendanaan dari internasional serta
perlunya partisipasi kemitraan swasta dengan komitmen pemerintah yang selama
ini telah berusaha membuat iklim investasi semakin kondusif agar dapat menarik
para investor terlebih swasta untuk berinvestasi dibidang tersebut. Dalam hal
skema private public partnership
seringkali ditemukan kelemahan terkait kurangnya persiapan proyek yang dapat
menyebabkan akan penawaran yang ada kurang dapat direspon pelaku pasar. Dengan
demikian, sebaiknya perlu dikaji kembali model bentuk kerjasamanya mengingat
seringkali dalam pelaksanaan proyek infrastruktur seringkali ditemukan sunk cost yang besar dalam hal investasi
yang sifatnya jangka panjang dan pemerintah dalam pengadaanya, seperti
fasilitas stimulus, insentif, dan perlindungan investasi.
Lambatnya penyerapan belanja modal yang
diakibatkan oleh lamanya penggunaan dana selama ini disebabkan sistem anggaran
yang kurang baik. Selama ini sistem anggaran yang dipakai memiliki suatu
kelemahan, yakni terlebih untuk realisasi proyek jangka panjang dan setiap
tahun harus melalui beragam proses perijinan kontrak, seperti tender ulang.
Tentu hal ini menjadi tidak efisien dan diperlukan solusi yang bijak. Sebaiknya
untuk pemerintah kedepannya dalam penggunaan sistem anggaran untuk pelaksanaan proyek
tertentu disesuaikan dengan sistem anggaran yang dinilai lebih efisien, seperti
penggunaan sistem anggaran Kontrak
Tahun Jamak (Multiyears Contract). Sistem
tersebut sangat sesuai digunakan untuk proyek tertentu, khususnya proyek jangka
panjang. Sehingga nantinya bisa efisien karena tidak diperlukan proses tender
berulang atau tahunan.
Adanya peningkatan pendanaan saja tidak
cukup jika masih terjadi permasalahan teknis dilapangan dan diperparah dengan
tidak diikutinya peningkatan kualitas infrastruktur. Hal penting lainnya ialah
dari segi masalah teknis pembebasan lahan yang selama ini menjadi faktor utama
yang sering menghambat atau menjadi masalah klasik terhadap kelancaran
pembangunan infrastruktur, terlebih antara developer
dan masyarakat. Sehingga sebaiknya dibangun pemahaman persepsi masyarakat yang
baik terhadap peran serta swasta atau developer
supaya tidak terhambat atau berlaur-larut karena adanya penolakan dari
masyarakat tersebut.
Tidak hanya permasalahan teknis pembebasan
lahan, tetapi juga terdapat masalah transparansi dalam penggunaan retribusi
pajak. Kedua permasalahan tersebut biasanya terjadi dalam taraf pemerintah
daerah. Oleh karena itu, upaya peran pemerintah daerah untuk penyelesaian
permasalahan ini sangat diperlukan. Misalnya, melalui komunikasi persuasif,
penggunaan harga pembelian lahan yang sesuai, dan sebagainya.
V.
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
Salah satu permasalahan mikroekonomi
Indonesia yang paling berpengaruh atau penting ialah infrastruktur. Infrastruktur
Indonesia sampai saat ini terus mengalami upaya perbaikan. Diantaranya, ialah
salah satunya terlihat dari meningkatnya komitmen pemerintah dalam peningkatan
besaran alokasi anggaran APBNP untuk infrsatruktur yang terus meningkat dan
terbesar pada tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni saat ini
mencapai Rp290,3 triliun atau mengalami kenaikan Rp99 triliun. Meskipun
allokasi besaran anggaran tersebut terus menarik, tetapi perlu diperhatikan
akan kualitas penyerapan anggarannya yang selama ini cenderung masih belum
optimal. Penyebabnya cukup beragam mulai dari sistem kontrak, pembebasan lahan,
lambatnya pencairan dana diperbankan, terkonsentasrinya alokasi anggaran. Di
samping itu, juga diperlukan upaya perbaikan kelistrikan sebegai stimulus atau
pelengkapnya yang selama ini masih belum
merata dan selama ini mempunyai peran penting sebagai katalis atau motor
penggerak perokonomian.
Infrastruktur dan penunjang lainnya mempunyai
peran strategis sebagai katalis pertumbuhan perekonomian. Segala lini atau sisi
membutuhkan peran infrastruktur untuk memperlancar mobilitas efisiensi berbagai
produk dan jasa. Semakin lancarnya mobilitas tersebut akan dapat memberikan
kontribusi besar kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat dan perlu diketahui
bahwa negara ini sangat potensial akan daya tarik investasinya. Dengan
demikian, maka segera diperlukan perbaikan segera agar tidak kontradiktif
dengan target pertumbuhan ekonomi nasional yang sudah direncanakan atau
ditergetkan. Sehingga nantinya diharapkan pembangunan dan pengelolaan
infrastruktur di Indonesia semakin optimal dan dapat mereduksi disparitas
kesenjangan infrastruktur yang masih terjadi di daerah-daerah.
Oleh karena itu, diperlukan solusi alternatif
agar permasalahan tersebut mampu diperbaiki dan optimal. (i) Sebaiknya lebih
bijak dan fokus dalam alokasi penggunaan anggaran sesuai dengan karakteristik kondisi
infrastruktur di daerah-daerah baik dalam besaran jumalah anggaran maupun dalam
bentuk kemitraan yang sesuai, seperti alokasi di Jawa mengurangi peran pendanaan
maupun kemitraan dari pemerintah dan sebaiknya cenderung lebih mengutamakan
peran swasta atau campuran, tetapi tetap mempriotitaskan swasta. Hal tersebut
mengingat ketersediaan infrastruktur di Jawa lebih tersedia dibandingkan luar
Jawa yang masih mengalami disparitas pendapatan. (ii) Sebaiknya perlu
mengoptimalkan peran kehadiran dan perbaikan yang lainnya, seperti dukungan
peran perguruan tinggi dengan cara menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai
kualitas unggul yang dipadu oleh penguasaan inovasi dan teknologi yang mempuni.
(iii) Pemerintah pusat maupun daerah diharapkan terus mengoptimalkan
pelayanannya melalui percepatan debirokratisasi perijinan dan transformasi
struktural untuk merapikan anggaran.
VI.
Daftar
Pustaka
Bisnis. 2015. Penyerapan
Anggaran Proyek Daerah Se Indonesia Rendah. Diakses, 12 Oktober 2015 dari http://industri.bisnis.com/read/20150702/45/449590/penyerapan-anggaran-proyek-daerah-se-indonesia-rendah
Eastprings Investments (2015). Ready To Takeoff Market
Outlook 2015.
Hapsari, Tunjung. 2011.
Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jakarta: Uin
Syarif Hidayatullah
Insight Report The Global Competitiveness Report.
2012.Kondisi Perkembangan Daya Saing Indonesia 2005-2012
International Institute For Management Development
(IMD). 2011. Kondisi Kualitas Infrastruktur Indonesia 2005-2011.
Ma’ruf, Youdhi Permadi.
2013. Pengaruh Investasi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Wilayah Di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Medan:
Universitas Sumatera Utara. Vol 2, No 3 (2013).
Maryaningsih, et al
(2012). Pengarih Infrstruktur Terhadap Pembangunan Indonesia.Jakarta:Bank
Indonesia.
Neraca. 2015. Pemerintah Harus Cepat
Bergerak Realisasi Belanja Negara Sangat Rendah. Diakses, 12 Oktober 2015 dari http://www.neraca.co.id/article/52663/pemerintah-harus-cepat-bergerak-realisasi-belanja-negara-sangat-rendah.
USAID. 2013. Investasi
Pembangunan Di Indonesia. https://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/1861/Indonesia%20CDCS%20Final%20Version%20%28Indonesian%29.pdf
Viva. 2015. Penyerapan
Rendah Ini Cara Menteri Basuki Genjot Anggaran. Diakses, 12 Oktober 2015 dari http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/657692-penyerapan-rendah--ini-cara-menteri-basuki-genjot-anggaran
WEF. 2014. Insight
Report The Global Competitiveness Report 2014-2015. http://www3.weforum.org/docs/WEF_GlobalCompetitivenessReport_2014-15.pdf
[1]
WEF. 2014. Insight Report The Global Competitiveness Report 2014-2015. http://www3.weforum.org/docs/WEF_GlobalCompetitivenessReport_2014-15.pdf
[2] Hapsari, Tunjung.
2011. Pengaruh Infrastruktur Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah
[3]
Ma’ruf, Youdhi Permadi. 2013. Pengaruh
Investasi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten
Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Medan: Universitas Sumatera
Utara. Vol 2, No 3 (2013)
[4]USAID.
2013. Investasi Pembangunan Di Indonesia. https://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/1861/Indonesia%20CDCS%20Final%20Version%20%28Indonesian%29.pdf
[5] Neraca.
2015. http://www.neraca.co.id/article/52663/pemerintah-harus-cepat-bergerak-realisasi-belanja-negara-sangat-rendah
[6]Bisnis.
2015. http://industri.bisnis.com/read/20150702/45/449590/penyerapan-anggaran-proyek-daerah-se-indonesia-rendah
[7]Viva.
2015. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/657692-penyerapan-rendah--ini-cara-menteri-basuki-genjot-anggaran
*STOP PLAGIARISM ! CANTUMKAN SUMBER, HARGAI PENULIS !!!
*STOP PLAGIARISM ! CANTUMKAN SUMBER, HARGAI PENULIS !!!
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !