Jumat, 11 Desember 2015

Pemerintah Dinilai Tidak Berpihak pada Pengusaha Kecil (VIRTUAL OFFICE)


http://mygoogleassistant.com/img/services/main-diagram.jpgPenetrasi pertumbuhan bisnis hingga kini begitu cepat dan dinamis. Alhasil, timbullah berbagai kebutuhan yang dirasakan semakin mendesak untuk segera di atasi. Salah satunya terkait kebutuhan mendasar sewa ruang kantor yang lebih murah atau efisien karena harga sewanya saat ini dirasa  terus semakin mahal.


Virtual office merupakan layanan penyewaan kantor dengan memanfaatkan teknologi, sehingga lebih efisien, fleksibel, dan mobile. Kemunculan virtual office yang seharusnya menjadi alternatif untuk mengatasinya, ironisnya pemerintah justru menghambat keberadaanya dengan menerbitkan surat edaran yang tertuang dalam SE KAbtsp/41/2 November 2015 yang berisi penerbitan SIUP dan TDP yang menggunakan alamat Virtual Office hanya diperbolehkan berlaku sampai 31 Desember 2015 yang selanjutnya juga masih menunggu kejelasan konfirmasi regulasi dari Mentri Perdagangan.

Guna menyikapi persoalan Anggawira selaku Ketua BPP Bidang Kaderisasi, menyampaikan sambutannya dalam membuka acara forum dialog HIPMI yang ke 33 yang menekankan pentingnya stimulus buat pebisnis start up atau pemula (Kamis, 10/12/2015). “Terlebih akselerasi untuk pengusaha pemula harus didukung penuh dan jangan dibebani hambatan-hambatan yang dapat mematikan semangat kreatifitas mereka”, kata Anggawira yang juga selaku ketua Virtual Office & Co Working Space Association Indonesia (VOACI).

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Sanusi menyatakan jika peruntukannya tidak sesuai, maka pasti ditolak. “Regulasi tidak boleh merubah peruntukannya, melainkan yang boleh intensitasnya saja, misalkan intensitas bangunannya. Virtual office tidak boleh dihambat dan seharusnya bisa disetarakan selama tidak melanggar Peratuan Daerah (Perda), hanya saja letak persolannya ada pada kelegalan keberadaan fisiknya”, ujarnya.

Ketua BPP HIPMI Bidang Ekonomi Kreatif Yasser Palito, cukup menyayangkan adaranya surat edaran ini dan dia akan mendukung penuh agar aturan ini tak dilanjutkan atau dikaji ulang. Dia yang juga selaku pengusaha yang bergerak di bidang ekonomi kreatif memaparkan bahwa kebanyakan pelaku UKM justru akan berpotensi sangat terbantu adanya virtual office ini. “Ini merupakan langkah mundur yang cukup disayangan. Padahal seharusnya pemerintah mendorong regulasi ini berubah dan jangan cepat-cepat direalisasikan karena dapat membunuh UKM yang pada dasarnya seringkali berada diperumahan atau tempat-tempat tertentu”, ungkapnya.

Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif RI Hari Sungkari, menanggapi senang akibat keberadaan virtual office ini. “UKM itu bisnis yang sudah ada, sedangkan start up lebih dinamis yang juga membutuhkan legalitas. Inovasi lahir dari kreatifitas menggabungkan berbagai ide yang ada. Virtual office cukup menarik karena dapat menekan biaya.

“Aturan ini justru mengubur mereka akibat keterbatasannya. Padahal mereka berjuang dengan mengeluarkan lebih banyak biaya untuk membuat inovasinya. Sukses bersama-sama itu lebih baik, jangan sendiri-sendiri”, tuturnya.

Deputi Bidang Pengkajian Kemenkop & UKM RI Meliadi Sembiring, berkomitmen untuk terus mendukung UKM apapun kesulitannya mengingat kontribusi UKM sangat besar yang mencapai 67 juta jumlahnya yang 99% persennya adalah pelaku mikro yang rawan terjatuh dan butuh didukung. “Jangankan virtual office, yang non saja banyak yang wanprestasi”, ungkapnya.

Perwakilan dari PTSP DKI Jakarta Ghifari menjelaskan bahwa PTSP hanya selaku operator saja dan kewenangan ada pada Mentri perdagangan. Fenomena virtual office ini semakin meluas dan tidak bisa dihindari. Namun, nyatanya regulasi ini perlu diatur kembali.

“Sekarang kami juga masih menunggu dari Kemendag, apakah virtual office ini masih bisa dikategorikan aktifitas kantor karena penekanan persoalannya ada pada domisi keberadaannya. Jadi, kami masih mendalaminya”, ungkap Ghifari.

Lanjut Ghifari, terkait pembatasan sampai 31 Desember 2015 tidak perlu dikhawatirkan karena ini hanya masih tahap surat edaran.

“Saya justru berharap segera bertemu Kemendag atau Kemendag segera merespon persoalan ini dan pelaku terkait untuk membahas bersama karena pelaku bisnis mendesak butuh kepastian usaha. Sekali lagi bahwa PTSP hadir tidak untuk menghambat dan bukan berarti tidak bisa jalan, hanya saja masih menunggu kejelasan dari Mendag !”, tegasnya.

Berdasarkan hasil diskusi forum dialog tersebut, muncul beberapa solusi. Sebaiknya perijinan tetap diberlakukan. Aturan yang mengharuskan kantor fisik dapat teratasi dengan tetap punya kantor fisik, sehingga tetap bisa terdeteksi. Selain itu, virtual office boleh diberlakukan untuk usaha yang kategori bisnisnya masih kecil sampai menengah. Selanjutnya kedepan perlu segera dibicarakan dengan pelaku terkait dan mendesak mentri perdagangan untuk segera mengkaji ulang persoalan ini agar pelaku bisnis terkait mendapatkan kejelasan akan usahanya.

Penulis:
Mahfud Effendi

Terpublikasi: 

Sumber Gambar:
http://mygoogleassistant.com/img/services/main-diagram.jpg

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !