Penetrasi pertumbuhan bisnis hingga kini begitu cepat dan dinamis.
Alhasil, timbullah berbagai kebutuhan yang dirasakan semakin mendesak
untuk segera di atasi. Salah satunya terkait kebutuhan mendasar sewa
ruang kantor yang lebih murah atau efisien karena harga sewanya saat ini
dirasa terus semakin mahal.
Virtual office merupakan layanan penyewaan kantor dengan memanfaatkan
teknologi, sehingga lebih efisien, fleksibel, dan mobile. Kemunculan
virtual office yang seharusnya menjadi alternatif untuk mengatasinya,
ironisnya pemerintah justru menghambat keberadaanya dengan menerbitkan
surat edaran yang tertuang dalam SE KAbtsp/41/2 November 2015 yang
berisi penerbitan SIUP dan TDP yang menggunakan alamat Virtual Office
hanya diperbolehkan berlaku sampai 31 Desember 2015 yang selanjutnya
juga masih menunggu kejelasan konfirmasi regulasi dari Mentri
Perdagangan.
Guna menyikapi persoalan Anggawira selaku Ketua BPP Bidang
Kaderisasi, menyampaikan sambutannya dalam membuka acara forum dialog
HIPMI yang ke 33 yang menekankan pentingnya stimulus buat pebisnis start
up atau pemula (Kamis, 10/12/2015). “Terlebih akselerasi untuk
pengusaha pemula harus didukung penuh dan jangan dibebani
hambatan-hambatan yang dapat mematikan semangat kreatifitas mereka”,
kata Anggawira yang juga selaku ketua Virtual Office & Co Working
Space Association Indonesia (VOACI).
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Sanusi menyatakan jika peruntukannya
tidak sesuai, maka pasti ditolak. “Regulasi tidak boleh merubah
peruntukannya, melainkan yang boleh intensitasnya saja, misalkan
intensitas bangunannya. Virtual office tidak boleh dihambat dan
seharusnya bisa disetarakan selama tidak melanggar Peratuan Daerah
(Perda), hanya saja letak persolannya ada pada kelegalan keberadaan
fisiknya”, ujarnya.
Ketua BPP HIPMI Bidang Ekonomi Kreatif Yasser Palito, cukup
menyayangkan adaranya surat edaran ini dan dia akan mendukung penuh agar
aturan ini tak dilanjutkan atau dikaji ulang. Dia yang juga selaku
pengusaha yang bergerak di bidang ekonomi kreatif memaparkan bahwa
kebanyakan pelaku UKM justru akan berpotensi sangat terbantu adanya
virtual office ini. “Ini merupakan langkah mundur yang cukup disayangan.
Padahal seharusnya pemerintah mendorong regulasi ini berubah dan jangan
cepat-cepat direalisasikan karena dapat membunuh UKM yang pada dasarnya
seringkali berada diperumahan atau tempat-tempat tertentu”, ungkapnya.
Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif RI Hari Sungkari,
menanggapi senang akibat keberadaan virtual office ini. “UKM itu bisnis
yang sudah ada, sedangkan start up lebih dinamis yang juga membutuhkan
legalitas. Inovasi lahir dari kreatifitas menggabungkan berbagai ide
yang ada. Virtual office cukup menarik karena dapat menekan biaya.
“Aturan ini justru mengubur mereka akibat keterbatasannya. Padahal mereka berjuang dengan mengeluarkan lebih banyak biaya untuk membuat inovasinya. Sukses bersama-sama itu lebih baik, jangan sendiri-sendiri”, tuturnya.
“Aturan ini justru mengubur mereka akibat keterbatasannya. Padahal mereka berjuang dengan mengeluarkan lebih banyak biaya untuk membuat inovasinya. Sukses bersama-sama itu lebih baik, jangan sendiri-sendiri”, tuturnya.
Deputi Bidang Pengkajian Kemenkop & UKM RI Meliadi Sembiring,
berkomitmen untuk terus mendukung UKM apapun kesulitannya mengingat
kontribusi UKM sangat besar yang mencapai 67 juta jumlahnya yang 99%
persennya adalah pelaku mikro yang rawan terjatuh dan butuh didukung.
“Jangankan virtual office, yang non saja banyak yang wanprestasi”,
ungkapnya.
Perwakilan dari PTSP DKI Jakarta Ghifari menjelaskan bahwa PTSP hanya
selaku operator saja dan kewenangan ada pada Mentri perdagangan.
Fenomena virtual office ini semakin meluas dan tidak bisa dihindari.
Namun, nyatanya regulasi ini perlu diatur kembali.
“Sekarang kami juga masih menunggu dari Kemendag, apakah virtual
office ini masih bisa dikategorikan aktifitas kantor karena penekanan
persoalannya ada pada domisi keberadaannya. Jadi, kami masih
mendalaminya”, ungkap Ghifari.
Lanjut Ghifari, terkait pembatasan sampai 31 Desember 2015 tidak perlu dikhawatirkan karena ini hanya masih tahap surat edaran.
“Saya justru berharap segera bertemu Kemendag atau Kemendag segera merespon persoalan ini dan pelaku terkait untuk membahas bersama karena pelaku bisnis mendesak butuh kepastian usaha. Sekali lagi bahwa PTSP hadir tidak untuk menghambat dan bukan berarti tidak bisa jalan, hanya saja masih menunggu kejelasan dari Mendag !”, tegasnya.
“Saya justru berharap segera bertemu Kemendag atau Kemendag segera merespon persoalan ini dan pelaku terkait untuk membahas bersama karena pelaku bisnis mendesak butuh kepastian usaha. Sekali lagi bahwa PTSP hadir tidak untuk menghambat dan bukan berarti tidak bisa jalan, hanya saja masih menunggu kejelasan dari Mendag !”, tegasnya.
Berdasarkan hasil diskusi forum dialog tersebut, muncul beberapa
solusi. Sebaiknya perijinan tetap diberlakukan. Aturan yang mengharuskan
kantor fisik dapat teratasi dengan tetap punya kantor fisik, sehingga
tetap bisa terdeteksi. Selain itu, virtual office boleh diberlakukan
untuk usaha yang kategori bisnisnya masih kecil sampai menengah.
Selanjutnya kedepan perlu segera dibicarakan dengan pelaku terkait dan
mendesak mentri perdagangan untuk segera mengkaji ulang persoalan ini
agar pelaku bisnis terkait mendapatkan kejelasan akan usahanya.
Penulis:
Mahfud Effendi
Terpublikasi:
Sumber Gambar:
http://mygoogleassistant.com/img/services/main-diagram.jpg
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !