Selasa, 29 Desember 2015

Segera Akhiri Kontrak dan Hentikan Renegosiasi Freeport

 
Kehebohan drama Freeport terus berlanjut dan menyita banyak perhatian masyarakat hingga kunjung akhir tahun ini. Sumber daya kaya mineral di Papua tersebut sungguh luar biasa. Namun, faktanya keadilan masih belum berpihak ke rakyat Indonesia, terlebih rakyat Papua dan ini patut dipertanyakan.  

Menyikapi kegaduhan ini, Ketum BPP HIPMI Bahlil Lahadalia menegaskan agar pemerintah segera ambil alih Freeport yang kontraknya akan habis tahun  2021. Pengambilalihan tersebut sangat jelas tak bertentangan dengan aturan internasional karena sah-sah saja.  

“Pengambilalihan setelah masa kontrak selesai, ini cara paling professional dan tidak mengejutkan duia luar”, kata Bahlil dalam acara Forum Dialog HIPMI Refleksi Akhir Tahun di Menara Bidakara 2, Pancoran, Jakarta, Selasa (29/12/2015).  

Menurutnya, seharusnya berbagai upaya melobi, menguasai, dan mengendalikan Freeport sudah dijalankan lama dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini. Bahlil juga mencontohkan keberhasilan Arab Saudi yang mampu menguasai dan mengendalikan perusahaan minyak Amerika, yakni Aramco.  
“Secara periodik, Arab Saudi melobidan meminta tambahan saham. Dia mampu memanfaatkan banyak isu-isu global hingga Aramco berhasil dimiliki Arab Saudi,” Paparnya.  

Dia menyanyangkan kecenderungan pejabat Indonesia terlalu mudah di atur dan dimainkan. Sehingga kepemilikan saham pemerintah masih dirasa belum adil.  

“Kontrak karya II tahun 1991 sudah akan berakhir, tapi tak ada kemajuan porsi kepemilikan saham pemerintah”, ujarnya.  

Pengusaha sukses asal Papua ini dengan nada prihatin memaparkan bahwa porsi saham pemerintah bukannya bertambah, tapi jusatru malah terdelusi dari awalnya 20% menjadi 18,72% saja. Kontrak karya jilid II sebetulnya dimulai 1991 yang berlaku 30 tahun yang massanya berakhir pada tahun 2021.  

Lebih lanjut, perpanjangan ini dimungkinkan bisa sampai 2 x 10 tahun atau sampai tahun 2041. Dia menjelaskan kalau pengambilalihan Freeport ini tak sama dengan nasionalisasi, seperti kasus di Bolivia dan Venezuela. Melainkan ini sesuai dengan aturan dan konsensus yang telah dibuat.  
“Kalau di Venezuela dan Bolivia namanya nasionalisasi. Kontrak belum tuntas, perusahaan asing yang dicaplok,” terangnya.  

Bahlil menyarankan pemerintah untuk segera mengakhiri kontrak dan ambil alih segera mengingat kasus Freeport ini sudah banyak masalah dan turut menimbulkan kegaduhan politik yang luar biasa hingga mampu menurunkan seorang Ketua DPR RI.

Penulis:
Mahfud Effendi

Terpublikasi

http://www.bisnispost.com/executive-corner/hipmi-corner/2015/12/29/hipmi-desak-pemerintah-akhiri-kontrak-dan-hentikan-renegosiasi-freeport

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !