Rabu, 02 Desember 2015

Jeratan Liberalisasi Indonesia Jika Gabung Poros TPP


http://img.bisnis.com/posts/2015/05/19/434618/tpp-kansasagnetworkcom--.jpg

Perdagangan China dari tahun ke tahun kian meningkat. Amerika berdalih seakan khawatir akan dominasi kuatnya perekonomian China di tataran Global, sehingga membuat Amerika tergerak melakukan inisiasi untuk membentuk poros TPP. Pertarungan yang disertai ambisi tinggi dua poros besar tersebut tentu akan mengundang konsekuensi yang beragam dampaknya.

Ketua Bidang Organisasi BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira menuturkan bahwa pemerintah memberikan sinyal kuat untuk bergabung dalam kerjasama Trans Pacific Partnerships (TPP). Indikasi ini tercermin sejak kunjungan Jokowi ke Amerika beberapa saat sebelumnya.

Anggawira juga menambahkan kalau kesiapan Indonesia tentunya patut dipertanyakan mengingat sudah banyak kerjasama yang kurang menguntungkan Indonesia yang perlu segera dievaluasi atau disikapi.

“Alih-alih mendapatkan keuntungan jika gabung TPP, justru malah akan menjadi boomerang bagi Indonesia”, harus kaji ulang!,” tegas Anggawira.

Dari segi aturan TPP, poros yang di inisiasi Amerika ini benar-benar liberal. Salah satu contoh pasal yang dapat membuktikan betapa liberalnya aturan TPP, yakni kesepakatan persamaan perlakuan BUMN dengan perusahaan umum atau asing.

“Hal ini berarti TPP hanya dinilai melemahkan posisi strategis BUMN karena kurangya dukungan terhadap hak BUMN nasional. Padahal selama ini BUMN menjadi vitamin penting bagi pembangunan negara, juga agar sejalan dengan kedaulatan atau konstitusi, seperti pasal 33 UUD 1945”, kata Doktor Bidang Ilmu Manajemen Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Dia juga menegaskan, bahwa saat ini saja banyak BUMN besar kita yang sudah dikuasai asing, apalagi jika kita memaksakan diri bergabung bersama TPP yang jelas-jelas merugikan posisi kita dan mengganggu kedaulatan ekonomi bangsa serta menurunkan daya saing. “Bagaimana industri kita mau bersaing, jika terlalu liberal dan semangat Nawacita jadi dipertanyakan. Sekali lagi bahwa kedaulatan bangsa harus dijadikan prioritas utama pemimpin Indonesia”, tegas Anggawira.

“Jangan sampai bangsa ini menghadapi kompetisi habis-habisan yang sangat berisiko, melainkan diperlukan kompetisi yang terkendali (manage competition). Lain lagi jika posisi Indonesia jika sudah siap, AEC 2015 saja terlihat keteteran”, paparnya.

Menurutnya jika dilihat dari segi analisis ekonomi, pertimbangan neraca perdagangan perlu diperhatikan. TPP akan berpotensi melebarkan defisit perdagangan yang besar. Jika dilihat perbandingan Indonesia dengan negara lain yang tergabung poros TPP, posisi Indonesia masih lemah nilai perdagangannya. Menurut Kontan (2015), Sepanjang Januari - Oktober 2015 saja, defisit neraca perdagangan dengan China mencapai USD12,82 Miliar

Penulis: Mahfud Effendi, S. E.
Telah Dipubikasikan di www.bisnispost.com
Sumber: http://www.bisnispost.com/executive-corner/hipmi-corner/2015/11/26/jeratan-liberalisasi-indonesia-jika-gabung-tpp or http://goo.gl/kSUyWr  
Sumber gambar: http://goo.gl/09Ed3z

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !