Rabu, 30 Desember 2015

Tak Ada Kontribusi, Freeport Dinilai Hanya Membelenggu Masyarakat

Pakar Hukum Tata Negara Rifky K. Y. menegaskan bahwa keberadaan Freport tak boleh lagi ada kontrak karya. Aturan PP 77/ 2014 Pasal 112 dengan sangat jelas menjelaskan bahwa mekanisme perpanjangan kontrak karya hanya boleh masksimal dua kali saja. Artinya, ini sudah tak ada ruang sama sekali untuk kontrak karya lagi.

Rifky mengingatkan seharusnya kita mewaspadai adanya elit politik yang indikasinya mencoba merivisi aturan tersebut agar Freeport masih berada disini. Ini momentum dan pertaruhan pemerintahan Jokowi bahwa dia tak boleh bilang tak mengerti. Selain itu, jangan sampai aturan pemurnian (smelter) dijadikan celah atau alasan renegoisasi kontrak karya.

“ Kita semua berkepentingan dan harus mengawal jangan sampai ada celah elit tersebut merevisinya agar negara ini tak tergadai atau justru malah pemerintah memberikan penguatan kepada Freeport (memeperlemah kedaulatan ekonomi nasional)”, tuturnya.

Rifky juga menyarankan agar pemerintah juga melihat aturan PP 77 tahun 2014 yang isinya membolehkan kementrian terkait melakukan evaluasi untuk dijadikan dasar jika ada pelanggaran tata kelola perusahan tambang terakait. “ Ini momentum kementrian ESDM bisa cabut Freeport detik ini juga. Jangan sampai ini nanti dimainkan elit politik mengadu domba. Padahal dasarnya sudah jelas tak ada kalau Freeport di renegoisasi lagi ”, katanya.

Peneliti INDEF Aryo memaparkan kondisi terkini pemerintah dan Freeport yang posisinya sedang kurang baik dari beberapa segi. Kondisi pemerintah sekarang juga masih lemah, seperti fiskal, Kontribusi PDB Papua hanya 2% saja, dan realisasi kredit juga hanya 0.5%. Sedangkan kondisi induk Freeport di Amerika mengalami penurunan kapitalisasi pasar saham dalam 5 tahun terakhir ini.

“Freeport sudah jelas-jelas tak berdampak sama sekali bagi Indonesia, termasuk Papua. Sekedar informasi bahwa Freeport ini merupakan tambang terbesar di dunia yang dimiliki Mc Moran dan dijadikan sumber utama penopang fundamental induk Freeport mengingat besarnya potensinya. Maka tak heran jika Freeport terus memaksa diri bertahan di Indonesia”, paparnya.
Penulis:
Mahfud Effendi
Terpublikasi

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk, sampaikan komentarmu, Bebas Berkomentar Kok Asalkan TIDAK SARA !